Minggu, 20 Juni 2010

Satuan Acara Pengajaran

Mata kuliah : Psychology & Profession Ethics
Program : All Programs
SKS / Semester : 2 / IV

Tujuan Umum :
1. Warga belajar memiliki motivasi dan dasar-dasar etos kerja yang baik dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Warga belajar mampu menerapkan sikap profesional yang berlaku dalam lingkungan masyarakat, dan lingkungan bisnis, dan mampu mengaplikasikan etika profesi dalam dunia kerja secara profesional.

Referensi :
1. Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3. Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4. Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5. Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6. Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

Media :
1. Note Book
2. L C D
3. White board

1.  Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami pengertian psikologi secara umum.

Pokok Bahasan : Pengantar Psikologi

Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian psikologi.
2. Psikologi secara umum.
3. Syarat untuk sukses.
4. Kasus PHK.
5. Kuda tunggangan.

Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.

Evaluasi :
1. Kehadiran 10 %.
2. Formatif dan tugas 20 %.
3. Perilaku 10 %.
4. Ujian Tengah Semester 25 %.
5. Ujian Akhir Semester 35 %.

2.  Tujuan Khusus :
Warga belajar memahami tentang pentingnya kerja sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan dan mempunyai motivasi bekerja yang baik.

Pokok Bahasan : Hakekat Kerja
Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian kerja.
2. Etos kerja.
3. Mitos kerja
4. Motivasi kerja
5. Keselamatan kerja.

Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.

3.  Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami dan mengaplikasikan arti disiplin dan efektivitas dan efisiensi dalam bekerja.

Pokok Bahasan :
Displin, efisiensi dan efektivitas kerja, dan produktivitas kerja.

Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian disiplin kerja ( langkah-langkah mendisiplikan diri ).
2. Pengertian efisiensi dan efektivitas kerja ( eifisiensi waktu, biaya, dan tenaga ).
3. Produktivitas kerja ( faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dan tahapan menuju produktivitas kerja ).

Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.
4. Studi kasus.

4.  Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami gejala konflik dan stress dalam bekerja serta dapat mengendalikannya.

Pokok Bahasan : Konflik dan Stress Kerja

Sub Pokok Bahasan :
1. Ketegangan kerja.
2. Keterasingan kerja.
3. Konflik kerja.
4. Stress kerja.

Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.

5.  Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepuasan kerja, kegairahan kerja, dan keamanan kerja.

Pokok Bahasan : Kepuasan Kerja
Sub Pokok Bahasan :
1. Kepuasan kerja.
2. Kegairahan kerja.
3. Keamanan kerja.

Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.
4. Studi kasus.

6.  Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami pentingnya profesionalisme dalam bekerja dan hubungannya dengan karier dalam bekerja.

Pokok Bahasan : Karier Kerja

Sub Pokok Bahasan :
1. Membina karier.
2. Komunikasi dengan rekan kerja dan atasan.
3. Membangun kesan positif.
4. Profesionalisme

Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.

7.  Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat merangkum materi-materi yang telah dipelajari.

Pokok Bahasan : Review Materi
Sub Pokok Bahasan :
Metode Pengajaran :
8. Tujuan Khusus :
Warga belajar memahami motif dan type pelanggan sehingga dapat menciptakan hubungan yang baik dengan pelanggan

Pokok Bahasan : Psikologi Pelayanan terhadap Pelanggan

Sub Pokok Bahasan :
1. Motif pelanggan.
2. Penampilan dan harga diri pelanggan.
3. Macam-macam type pelanggan.
4. Menciptakan hubungan dengan pelanggan.
5. Visi perdagangan bebas era globalisasi dalam produk dan jasa pelayanan.

Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.

9.  Tujuan Khusus :
Warga belajar memahami karakter pelanggan sehingga dapat dengan mudah menentukan bentuk pelayanan yang diberikan kepada pelanggan.

Pokok Bahasan : Mengenal Karakter Pelanggan

Sub Pokok Bahasan :
1. Dasar=dasar pelayanan pelanggan.
2. Karakter pelanggan.
3. Pelayanan yang tidak diberikan kepada pelanggan.
4. Melayani pelanggan lebih dari satu dalam waktu yang bersamaan.

Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.

10.  Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami pengertian etika dan perbedaannya dengan etiket, klasifikasi, dan konsepsinya.

Pokok Bahasan : Pengertian Etika

Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian etika.
2. Konsepsi etika.
3. Etika terapan ( etika umum, etika khusus ).

Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.

11.  Tujuan Khusus :
Warga belajar memahami tentang nilai-nilai dasar dalam etika.

Pokok Bahasan : Nilai-nilai Dasar dalam Etika
Sub Pokok Bahasan :
Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.

12.  Tujuan Khusus :
Warga belajar memahami prinsip etika profesi dan ciri-ciri seorang yang profesional dalam bekerja.

Pokok Bahasan : Etika Profesi

Sub Pokok Bahasan :
1. Prnsip etika profesi.
2. Pengertian profesi.
3. Ciri profesi.
4. Kode etik.

Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.

13.  Tujuan Khusus :
Warga belajar memahami tanggung jawab sosial dalam dunia bisnis.

Pokok Bahasan : Tanggung Jawab Sosial Dunia Bisnis

Sub Pokok Bahasan :
1. Etika moral.
2. Tanggung jawab moral dunia usaha.
3. Tanggung jawab terhadap konsumen.
4. Tanggung jawab terhadap lingkungan.
5. Tanggung jawab terhadap masyarakat.
6. Tanggung jawab terhadap masa depan bangsa.

Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.

14.  Tujuan Khusus :
Warga belajar mampu menyelesaikan kasus-kasus yang berkaitan dengan etika profesi.

Pokok Bahasan : Studi Kasus

Sub Pokok Bahasan : Studi kasus.

Metode Pengajaran : Studi kasus.

Pengantar kepada Psikologi

A. Tujuan Umum :
1. Warga belajar memiliki motivasi dan dasar-dasar etos kerja yang baik dan dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Warga belajar mampu menerapkan sikap profesional yang berlaku dalam lingkungan masyarakat, dan lingkungan bisnis, dan mampu mengaplikasikan etika profesi dalam dunia kerja secara profesional.

B. Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami pengertian psikologi secara umum.

C. Pokok Bahasan : Pendahuluan ( Pengantar kepada Psikologi )

D. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian Psikologi
2. Psikologi secara Umum

E. Materi Pengajaran :

1. Pengertian Psikologi.
Psychology berasal dari dari kata psyche dan logos. Secara etimologis psyche berarti jiwa, roh, sukma, atau napas. Sedangkan logos ( ology ) berarti ilmu atau studi. Jadi secara etimologis, psikologi berarti ilmu jiwa atau suatu studi tentang jiwa, tentang roh, tentang asma, sukma, atau napas hidup.

Bila ditinjau dari definisi tersebut di atas maka pengertiannya sangat dalam. Pada dewasa ini para ahli psikologi tidak lagi mengartikan sebagai ilmu pengetahuan, tentang jiwa ( roh ) sebab apa yang dimaksud dengan jiwa atau roh, seorang pun tidak ada yang tahu, sangat abstrak dan tidak dapat dilihat dengan panca indera.

Karena keterbatasan pengetahuan jiwa ( roh ), maka akan timbul berbagai pendapat tentang difinisi psikologi yang berbeda yang dirumuskan berdasarkan pandangan, minat, dan aliran yang dianutnya masing-masing.

Woodwort & Margues, berpendapat bahwa psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang aktivitas atau tingkah laku individu dalam hubungannya dengan alam sekitarnya.

Mussen dan Rosenzwieg, berpendapat bahwa : ” pada masa lampau psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang ’mind’ ( pikiran ) atau study of mind, tapi dalam perkembangannya, kata ’mind’ berubah menjadi behaviour ( tingkah laku ), sehingga psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang laku manusia.”

Clifford T. Morgan, berpendapat bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia dan hewan.

Knight and Knight ( 1959 ), psychology may be defineds the systematic study of experience in behaviour human and animals. Normal, atnormal, individual, and social.

Gerungan ( 1966 ), ilmu jiwa dipergunakan dalam arti yang lebih luas daripada psychology. Ilmu jiwa meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan secara sistematik dengan metode ilmiah.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli seperti tersebut di atas maka dapatlah dirumuskan bahwa : ”Psikologi adalah ilmu pengetahuan ( science ) yang meneliti dengan mengkaji tingkah laku atau kegiatan manusia dalam hubungannya dengan lingkungannya dan antar manusia.”

2. Psikologi Secara Umum.

F. Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.

G. Sumber Pengajaran :
1. Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3. Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4. Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5. Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6. Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

H. Evaluasi :
Setelah Anda mempelajari materi kuliah, maka Anda dapat mengerjakan tugas berikut, dengan cara mendownload. Kumpulkan hard copy jawaban Anda dan kirimkan soft copy-nya ke email : eisya.management@yahoo.co.id.

Tugas Anda !
LEMBAR KERJA PERTAMA

1. Mata Kuliah : Psychology & Profession Ethics
2. Pokok Bahasan : Psikologi
3. Program : Bisnis Administrasi / Sekretaris
4. Kelas : BA – 04 / SKR – 02
5. Tahun Ajaran : 2010 / 2011
6. Tugas : Perorangan
7. Nama :
Satuan Acara Pengajaran

A. Tujuan Khusus : Warga belajar dapat memahami pengertian psikologi secara umum.

B. Pokok Bahasan : Psikologi

C. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian Psikologi
2. Psikologi sebagai Ilmu : Objek dan Ruang Lingkupnya
3. Kepribadian Petugas Pelayanan
4. Karakteristik Kepribadian dalam Pelayanan
5. Penampilan Diri dalam Bekerja
6. Sikap Positif, Etiket, dan Komunikasi Efektif dalam Pelayanan

D. Indikator Pencapaian Hasil Belajar
1. Warga belajar dapat menjelaskan – menurut pendapat / redaksi warga belajar – secara singkat pengertian psikologi.
2. Warga belajar dapat menyebutkan objek psikologi.
3. Warga belajar dapat menyebutkan ruang lingkup psikologi.
4. Warga belajar dapat menjelaskan kepribadian yang harus dimiliki oleh ( seorang ) petugas pelayanan.
5. Warga belajar dapat menyebutkan karakteristik kepribadian dalam pelayanan.
6. Warga belajar dapat menyebutkan hal-hal yang harus diperhatikan dari penampilan diri dalam bekerja.
7. Warga belajar dapat menyebutkan contoh-contoh sikap positif, etiket, dan komunikasi efektif dalam pelayanan.

Lembar Kerja Mahasiswa

Bacalah materi “ Bab 1 Psikologi, Membangun Psikologi Kerja & Aplikasi Etika Profesi, kemudian kerjakan tugas berikut !
1. Jelaskan secara singkat – menurur pendapat / redaksi Anda – pengertian psikologi !
2. Sebutkan hal-hal yang menjadi objek psikologi !
3. Sebutkan bidang-bidang yang termasuk ruang lingkup psikologi !
4. Jelaskan kepribadian yang harus dimiliki ( seorang ) petugas pelayanan !
5. Sebutkan karakteristik kepribadian yang harus dimiliki oleh seseorang dalam pelayanan !
6. Sebutkan hal-hal yang harus diperhatikan dari penampilan diri seseorang dalam bekerja !
7. Sebutkan contoh-contoh dari sikap positif, etiket, dan komunikasi efektif dalam pelayanan.

Selamat bekerja, semoga Anda sukses !

Hakikat Kerja

A. Pokok Bahasan : Hakikat Kerja

B. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian Kerja
2. Etos Kerja
3. Mitos Kerja
4. Motivasi Kerja
5. Keselamatan Kerja

C. Tujuan Khusus :
Warga belajar memahami tentang pentingnya kerja sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan dan mempunyai motivasi bekerja yang baik.

D. Materi Pengajaran :

1. Penegrtian Kerja
Pekerjaan adalah usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri atau kebutuhan umum, jadi, orang bekerja itu bertujuan untuk mempertahankan eksistensi diri sendiri dan keluarganya.

2. Etos Kerja
Etos kerja adalah suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau satu umat terhadap kerja.

Etos kerja dapat dilihat dari lama waktu seseorang dalam bekerja. Sebagai contoh, lihat tabel berikut :

a. Instansi Pemerintah
Senin – Kamis, dari pukul 07.00 – 14.00 Jumat, mulai pukul 07.00 – 11.00 Sabtu, dari pukul 07.00 – 13.00.
Seluruhnya adalah 38 jam per minggu, dalam praktiknya, kantor – kantor pemerintah, jam kerja hanya berfungsi sekitar 33 jam dalam seminggu.

b. Instansi Swasta
Senin – Kamis, pukul 08.00 – 17.00 dengan istirahat malam 1 jam. Jumat, pukul 08.00 – 17.00 dengan istirahat dua jam.
Bila hari Sabtu diliburkan, jumlah jam kerja baru 33 jam per minggu. Sedangkan kalau hari Sabtu tidak libur dan bekerja mulai pukul 08.00 – 12.000, jam kerja per minggu menjadi 43 jam.

c. Jam Kerja di Jepang
Jam kerja mulai pukul 08.00 – 17.00 dengan istirahat satu jam untuk makan siang pada Senin – Jumat.
Hari Sabtu mulai pukul 18.00 – 12.00, seluruhnya ada 44 jam kerja per minggu.
Praktiknya, tidak ada kantor yang tutup pada pukul 17.00, pada umumnya baru berhenti bekerja sekitar pukul 18.00, sehingga jam kerja mencapai 50 jam perminggu. Hal serupa juga ditemui di Korea Selatan.

Bagi negara kita yang sedang membangun, tidak pada tempatnya kita mempunyai jam kerja yang begitu sedikit untuk kantor dan instansi pemerintah, termasuk BUMN. Lebih layaklah bila jam kerja resmi pemerintah menjadi pukul 08.00 hingga pukul 17.00 dengan kesempatan shalat Jumat dan makan dari pukul 11.30 hingga pukul 13.30, dan hari Sabtu dari pukul 08.00 hingga pukul 12.00.

Hal itu akan membuat seluruh jam kerja adalah 43 jam dalam seminggu. Memang itu masih di bawah jam kerja resmi negara Jepang dan Korea Selatan, namun sudah jauh lebih banyak dari jam kerja sipil saat ini.

Hal–hal tersebut di atas baru dilihat dari sudut jumlah jam kerja, belum lagi bila dilihat dari sudut mutu kerja dan kesungguhan menghasilkan pekerjaan yang baik.
Bukan rahasia lagi, bahwa sudah lama dalam masyarakat kita ada penyakit untuk bekerja “ Asal Jadi “, tanpa ada usaha menghasilkan pekerjaan yang dapat diandalkan mutunya.

3. Mitos Kerja
Dalam masyarakat kita, masih ditemukan pandangan negatif mengenai kerja.
a. Pengertian Kerja sebagai Sarana
Kerja hanya mempunyai makna sejauh menghasilkan sesuatu. Akibatnya, kerjanya sendiri tidak bernilai positif. Banyak orang terpaksa bekerja dan melihatnya sebagai beban hidup, godaan untuk bermalas–malasan muncul. Bahkan kalau perlu mencari waktu dan kurang sabar menunggu hari “ Weekend “.
Sikap ini mempunyai latar belakang, yakni pengabdian yang salah terhadap makna kerja.

Yang dirasakan bukanlah pernyataan diri selaku manusia, melainkan suatu tujuan dan yang ada di luar bidang kerjanya sendiri. Patahnya semangat kerja muncul karena kerja dianggap sebagai sarana saja untuk mencari nafkah, ingin cepat kaya, ambisi, gengsi, status sosial dan sebagainya.

b. Pandangan Kerja Sebagai Nasib
Kerja dirasakan sebagai kewajiban bawaan yang tidak dapat dipungkiri. Tidak ubahnya dalam kerajaan Romawi yang menggolongkan masyarakat dalam kelas budak dan kelas tuan.

Pandangan seperti ini memberi legitimasi kaum budak mempunyai kodrat untuk bekerja berat. Kerja masih saja dilihat sebagai nasib bawaan, yang tidak bisa diubah selama manusia hidup di dunia.

4. Motivasi Kerja
Dalam pengertian umum, motivasi diartikan sebagai kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu atau sesuatu yang melatar belakangi individu untuk berbuat mencapai tujuan tertentu.

Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi kerja biasa disebut pendorong semanagt kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.

Dua Golongan Kebutuhan Manusia
a. Kebutuhan Primer ( Kebutahan Utama ), seperti lapar, haus, seks, tidur, suhu yang menyenangkan, kebutuhan tersebut sudah ada sejak lahir, sehingga disebut kebutuhan primer.
b. Kebutuhan Sekunder, yang timbul dari interaksi antara orang dengan lingkungannya seperti kebutuhan untuk bersaing, bergaul, bercinta, ekspresi diri, harga diri. Kebutuhan sekunder inilah yang paling banyak berperan dalam motivasi seseorang.

Ciri – Ciri motif individu, sebagai berikut :

a. Motif adalah Majemuk
Seorang karyawan yang melakukan kerja dengan giat, tidak hanya karena ia ingin naik pangkat, tetapi juga ingin diakui atau dipuji, mendapat upah yang tinggi.
Jadi ia melakukan tidak hanya untuk satu tujuan, tetapi untuk beberapa tujuan yang berlangsung secara bersama–sama.

b. Motif dapat Berubah –ubah
Motif yang sering mengalami perubahan, karena keinginan selalu berubah–ubah sesaui dengan kebutuhan dan kepentingannya. Misalnya, seorang karyawan pada suatu saat menginginkan gaji yang tinggi, pada saat yang lain dia menginginkan pimpinan yang baik atau kondisi kerja yang menyenangkan. Motif sangat dinamis dan geraknya mengikuti kepentingan–kepentingan individu.

c. Motif Berbeda–beda bagi Individu
Dua orang yang melakukan pekerjaan yang sama ternyata memiliki motif yang berbeda. Misalnya, dua orang karyawan yang berkerja pada satu perusahaan yang sama dan pada ruang yang sama pula, motivasinya dapat berbeda. Yang seorang menginginkan teman sekerja yang baik, sedangkan yang lain menginginkan kondisi kerja yang menyenangkan.

d. Beberapa Motif Tidak Disadari oleh Individu
Banyak tingkah laku yang tidak disadari oleh pelakunya, sehingga beberapa dorongan yang muncul karena berhadapan dengan situasi yang kurang menguntungkan, lalu ditekan di bawah sadarnya. Dengan demikian kalau ada dorongan dari dalam yang kuat membuat individu tersebut tidak bisa memahami motifnya sendiri.

Orang yang dibutuhkan oleh organisasi adalah orang yang bekerja dengan motivasi yang tinggi.

Ada perbedaan antara orang yang bermotif untuk bekerja dengan orang yang bekerja dengan motivasi yang tinggi. Orang yang bermotif untuk bekerja, ia bekerja hanya karena harus memenuhi kebutuhan–kebutuhannya yang vital bagi diri dan keluarganya seperti untuk mendapatkan jaminan kesehatan dan hari tua, status atau untuk memperoleh pengalaman yang menyenangkan baginya. Pekerjaan yang menyenangkan dan menarik, belum tentu akan memberikan kepuasan baginya dalam menjalankan tugas–tugasnya.

Sedangkan orang yang bekerja dengan motivasi yang tinggi adalah orang yang merasa senang dan mendapatkan kepuasan dalam pekerjaanya. Ia akan lebih berusaha untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan semangat yang tinggi, serta selalu berusaha mengembangkan tugas dan dirinya.

Manajer yang arif dalam mendayagunakan karyawan, menempatkan dan memandang manusia sebagai sumber daya yang sangat berharga. Karena pada mereka terletak kekuatan yang nyata, yang dinamis, sebagai sasaran dan harapan organisasi berhasil atau tidak.

Memotivasi Atasan

Pemikiran tentang bagaimana “ mengatur “ atasan sekilas kedengarannya sebagai suatu hal yang mustahil. Sebab kebanyakan orang termotivasi oleh kepentingan diri mereka. Ini tidak berarti bahwa orang akan selalu “ Self Centered “, namun lebih dari itu mereka akan lebih tertarik pada pemenuhan kebutuhan pribadinya.

Seorang atasan tentu saja akan lebih tertarik mencari pemenuhannya daripada membantu para bawahannya, memuaskan kebutuhan mereka. Oleh sebab itu, bawahan yang secara aktif berusaha membuat atasan mereka menaruh perhatian terhadap hubungan antara kebutuhan bawahan dengan kebutuhan atasan, akan lebih menemukan kepuasan dalam lingkungan kerjanya.

Motivasi, merupakan jalan dua arah, bawahan yang memiliki kebutuhan untuk meningkatkan diri dalam organisasi atau yang menginginkan pencapaian tingkat kebutuhannya yang lebih tinggi, tidak akan menjadi puas hanya dengan pasif, menunggu, dan menunggu belaka. Bawahan yang secara aktif memotivasi “ mengatur “ atasan mereka akan lebih dapat merasakan bahwa atasan memberi penghargaan dan memotivasi mereka secara lebih, seiring dengan perjalanan waktu. Efek berikutnya, adalah berantai, bawahan memotivasi atasan untuk memotivasi bawahannya.

Ada beberapa situasi yang dapat dijadikan titik tolak dan pokok pemikiran mengapa seorang bawahan perlu “ mengatur “ atasan mereka :

a. Jika atasan tidak atau kurang mampu
Hal ini dapat terjadi, baik karena keterbatasan secara teknis maupun manajerial. Hingga akhirnya dapat mengakibatkan terhambatnya atau bahkan terhalanginya bawahan dalam melakukan tugas dan kewenangannya dalam pekerjaannya.
Di hadapkan pada situasi demikian, bawahan mesti secara aktif mengambil langkah untuk mulai “ mengatur dirinya sendiri. “

b. Atasan tidak memiliki motivasi untuk mengembangkan bawahan
Ada atasan yang begitu “ mencintai “ bawahannya. Hingga mereka merasa begitu sayang jika melepaskan mereka untuk meniti jenjang dan jalur kinerja yang lebih tinggi. Atasan semacam ini begitu puas dengan pola kerja yang sudah ditunjukkan bawahannya selama ini, bahkan atasan tidak lagi dapat bekerja dengan baik tanpa si bawahan tadi. Dunia sang atasan akan menjadi kelabu dan manakala ia harus merelakan bawahan tersayangnya pergi dan diganti dengan yang lain.
Bawahan yang terlibat pada situasi demikian harus meyakinkan atasan, bahwa dengan memberikan bantuan dan penghargaan bagi pengembangan diri bawahan akan lebih dicapai kepuasan. Baik oleh bawahan maupun bagi atasan.

c. Ada sebagian manusia yang merasa tidak pasti dan kurang aman dengan kemampuan mereka
Mereka tidak dapat sepenuhnya mengendalikan aktifitas yang terjadi di lingkungan kerjanya. Mereka juga merasa tidak dapat memberikan bantuan, dorongan, bimbingan untuk para bawahan mereka. Hal ini sangat dipengaruhi oleh iklim dan kultur organisasi di mana atasan– bawahan bekerja. Organisasi yang menganut falsafah tertutup impersonal dan autoritatif akan lebih mendorong timbulnya para atasan yang “ mantap di dalam ketidakmantapannya. “ Bawahan pada situasi demikian dapat meyakinkan atasannya bahwa ia tetap memiliki kendali dan mampu melakukannya pada situasi kerja bagian yang dibawahinya. Caranya dengan memotivasi atasan melalui pemberian bantuan ( real dan oril ) yang diperlukan untuk itu.

d. Bawahan tidak jarang menjumpai atasan yang begitu gemarr melakukan segala sesuatunya sendiri.
Hal ini memang dapat terjadi karena “ pengalaman masa lalu “ sang atasan atau karena ia begitu perhatian dengan kebutuhan individu, atau juga karena atasan begitu ingin menjamin kepuasan manajemen puncak. Bawahan yang memiliki atasan demikian harus “ mengajarkan “ bahwa dengan memberikan tugas pada bawahan, dengan memberikan imbalan dan penghargaan untuk bawahan, prestasi atasan juga akan meningkat dan oleh kesananya akan menjadi lebih baik.

Situasi terbaik bagi bawahan untuk “ mengatur “ atasan adalah jika prestasi kerja atasan mereka diukur dari sejauh mana bawahan berprestasi.

Pada situasi ini, bawahan dapat memantau sejauh mana penghargaan yang diberikan organisasi kepada atasan mereka. Jika atasan beranggapan dan percaya bahwa penghargaan yang mereka terima akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana bawahan menunjukkan prestasinya, bawahan dapat dengan mudah dan efektif dalam usaha “ mengatur “ atasan mereka.

Sebagimana atasan memotivasi bawahan, bawahan pun perlu memotivasi atasan mereka. Hukum belajar akan berlaku dalam proses ini. Jika atasan menunjukkan perilaku yang diharapkan bawahan, kukuhkanlah perilaku itu. Perilaku yang diberi pengukuh akan cenderung diulang. Hal ini tidak saja terjadi pada bawahan, tetapi juga atasan.

5. Keselamatan Kerja
Bekerja adalah sesuatu yang manusiawi, sehingga seseorang yang tidak bekerja, menjadi tidak lengkap.

Bekerja tidak saja untuk mendapatkan penghasilan yang layak untuk menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya, tetapi juga untuk memenuhi tuntutan kemanusiaannya, bahkan untuk memuliakan pribadinya sebagai manusia. Karena itu, seseorang penganggur selalu menderita, tidak saja karena ia tidak memperoleh penghasilan, tetapi juga karena dalam lubuk hatinya ia merasa seperti “ tidak dimanusiakan “, tidak dianggap berguna bagi masyarakat.

Tetapi itu tidak berarti, bahwa seorang manusia yang kodratnya memang memerlukan pekerjaan, lantas boleh diperlakukan sekehendaknya sendiri oleh pihak–pihak yang bisa menyediakan lapangan kerja.

Pihak pemberi kerja pun berkewajiban menghormati harkat martabat para pekerjanya sebagai manusia. Dan ini berarti, memberinya imbalan yang sesuai dengan kemampuan profesionalnya, dan memperlakukannya secara manusiawi.

Tentu saja pemberian imbalan kepada para karyawan itu, disesuaikan dengan daya kemampuan dari kegiatan usaha si pemberi kerja, yang juga harus mengupayakan kelestarian usahanya. Tetapi bagaimanapun, ia tidak boleh mengorbankan kesejahteraan para pekerjanya.

Termasuk pula tuntutan dari “ perlakuan manusiawi “ itu ialah, penciptaan lingkungan kerja dan pengadaan sarana–sarana yang dapat menjamin keselamatan serta kesehatan para pekerja. Tersedianya lingkungan kerja dan sarana kerja yang memadai itu mesti dibarengi pula dengan kesediaan para pekerja sendiri untuk mematuhi ketentuan–ketentuan yang berkaitan dengan penggunaan sarana kerja.

Bila ketentuan–ketentuan itu dilanggar dapat menyebabkan pekerja terganggu kesehatannya atau malah tertimpa kecelakaan, walaupun sarana kerja yang disediakan sudah memadai, kalau seorang pekerja las misalnya tidak mau menggunakan “ kacamata pelindung “ yang sudah disediakan, ia tidak saja dapat terluka matanya, tetapi malah dapat menjadi buta.

E. Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.

F. Sumber Pengajaran :
1. Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3. Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4. Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5. Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6. Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

G. Evaluasi :
Setelah Anda mempelajari materi kuliah, maka Anda dapat mengerjakan tugas berikut, dengan cara mendownload. Kumpulkan hard copy jawaban Anda dan kirimkan soft copy-nya ke email : eisya.management@yahoo.co.id.

Tugas Anda !
LEMBAR KERJA KEDUA

1. Mata Kuliah : Psychology & Profession Ethics
2. Pokok Bahasan : Hakikat Kerja
3. Program : Bisnis Administrasi / Sekretaris
4. Kelas : BA – 04 / SKR - 02
5. Tahun Ajaran : 2010 / 2011
6. Tugas : Perorangan
7. Nama :
Satuan Acara Pengajaran

A. Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami tentang pentingnya kerja sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan dan mempunyai motivasi bekerja yang baik.

B. Pokok Bahasan : Hakikat Kerja

C. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian Kerja
2. Etos Kerja
3. Mitos Kerja
4. Motivasi Kerja
5. Keselamatan Kerja

D. Indikator Pencapaian Hasil Belajar
1. Warga belajar dapat menjelaskan pengertian kerja.
2. Warga belajar dapat menjelaskan, apa yang dimaksud dengan etos kerja.
3. Warga belajar dapat menjelaskan pengertian mitos kerja berdasarkan pandangan kerja sebagai sarana.
4. Warga belajar dapat menjelaskan pengertian mitos kerja berdasarkan pandangan kerja sebagai nasib.
5. Warga belajar dapat menyebutkan ciri-ciri motif individu dalam bekerja.
6. Warga belajar dapat menjelaskan maksud keselamatan kerja.

Lembar Kerja Mahasiswa

Setelah Anda pelajari Bab 2, Hakikat Kerja, Membangun Psikologi Kerja & Aplikasi Etika Kerja, halaman 19 – 49, jawablah pertanyaan berikut !

1. Jelaskan secara singkat pengertian kerja menurur pendapat Anda !
2. Menurut Anda, apa yang dimaksud dengan etos kerja ? Jelaskan !
3. Ada yang berpandangan bahwa kerja hanyalah sarana. Apa maksudnya ? Jelaskan menurut pendapat Anda !
4. Ada lagi yang berpendapat bahwa kerja itu sudah jadi nasib seseorang. Maksudnya apa ? Jelaskan !
5. Setiap orang punya motif tertentu dalam bekerja. Sebutkan ciri-ciri motif individu dalam bekerja !
6. Menurut pendapat Anda, apa yang dimaksud dengan keselamatan dalam bekerja ( keselamatan kerja ) ? Jelaskan !

Selamat bekerja, semoga Anda sukses !

3. Displin, Efisiensi dan Efektivitas Kerja, dan Produktivitas Kerja

A. Pokok Bahasan :
Displin, Efisiensi dan Efektivitas Kerja, dan Produktivitas Kerja

B. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian Disiplin Kerja ( Langkah-langkah Mendisiplikan Diri )
2. Pengertian Efisiensi dan Efektivitas Kerja ( Eifisiensi Waktu, Biaya, dan Tenaga ).
3. Produktivitas Kerja ( Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja dan Tahapan Menuju Produktivitas Kerja )

C. Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami dan mengaplikasikan arti disiplin dan efektivitas dan efisiensi dalam bekerja.

D. Materi Pengajaran :
1. Pengertian disiplin kerja ( langkah-langkah mendisiplikan diri ).
2. Pengertian efisiensi dan efektivitas kerja ( eifisiensi waktu, biaya, dan tenaga ).
3. Produktivitas kerja ( faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dan tahapan menuju produktivitas kerja ).

E. Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.
4. Studi kasus.

F. Sumber Pengajaran :
1. Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3. Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4. Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5. Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6. Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

G. Evaluasi :
Setelah Anda mempelajari materi kuliah, maka Anda dapat mengerjakan tugas berikut, dengan cara mendownload. Kumpulkan hard copy jawaban Anda dan kirimkan soft copy-nya ke email : eisya.management@yahoo.co.id.

Tugas Anda !
LEMBAR KERJA KETIGA

1. Mata Kuliah : Psychology & Profession Ethics
2. Pokok Bahasan : Disiplin, Efisiensi dan Efektivitas Kerja, dan Produktivitas Kerja
3. Program : Bisnis Administrasi / Sekretaris
4. Kelas : BA – 04 / SKR - 02
5. Tahun Ajaran : 2010 / 2011
6. Tugas : Perorangan
7. Nama :
Satuan Acara Pengajaran

A. Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami dan mengaplikasikan arti disiplin, efektivitas, dan efisiensi dalam bekerja.

B. Pokok Bahasan : Disipilin, Efisiensi dan Efektivitas Kerja, dan Produktivitas Kerja

C. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian Disiplin Kerja ( Langkah-langkah Mendisiplinkan Diri )
2. Pengertian Efisiensi dan Efektivitas Kerja ( Efisiensi Waktu, Biaya, dan Tenaga )
3. Produktivitas Kerja ( Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja dan Tahapan Menuju Produktivitas Kerja )

D. Indikator Pencapaian Hasil Belajar
1. Warga belajar dapat menjelaskan pengertian disiplin kerja.
2. Warga belajar dapat menyebutkan langkah-langkah untuk mendisiplinkan diri.
3. Warga belajar dapat menjelaskan pengertian efisiensi kerja.
4. Warga belajar dapat menjelaskan pengertian efektivitas kerja.
5. Warga belajar dapat menjelaskan pengertian produktivitas kerja.
6. Warga belajar dapat menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja.
7. Warga belajar dapat meyebutkan tahapan-tahapan menuju produktivitas kerja.

Lembar Kerja Mahasiswa

Bacalah materi, Bab 3, Disiplin, Efisiensi, Efektivitas, dan Produktivitas Kerja, Membangun Psikologi Kerja & Aplikasi Etika Kerja, halaman 51 - 61, kemudian jawablah pertanyaan berikut !
1. Jelaskan secara singkat pengertian disiplin kerja menurut pendapat Anda !
2. Sebutkan langkah-langkah yang dapat Anda lakukan untuk mendisiplinkan diri !
3. Apa yang dimaksud dengan efisiensi kerja ?
4. Pengertian efektivitas kerja itu apa ? Jelaskan menurut pendapat Anda !
5. Jelaskan pengertian produktivitas kerja !
6. Sebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja !
7. Sebutkan tahapan-tahapan menuju produktivitas kerja !

Selamat bekerja, semoga Anda sukses !

Konflik dan Stress Kerja/ Ketegangan Kerja

A. Pokok Bahasan : Konflik dan Stress Kerja

B. Sub Pokok Bahasan :
1. Ketegangan Kerja
2. Keterasingan Kerja
3. Konflik Kerja
4. Stress Kerja

C. Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami gejala konflik dan stress dalam bekerja serta dapat mengendalikannya.

D. Materi Pengajaran :

1. Ketegangan Kerja
Pada umumnya orang pernah mengalami ketegangan, walau sering tidak dirasakannya, karena ketegangan ini berkisar dari sedikit kegelisahan sampai rasa cemas yang melumpuhkan. Seseorang yang mengalami sedikit rasa gelisah, tidak menyadari kalau itu merupakan ketegangan yang bisa menjadi semakin parah.

Pada dasarnya ketegangan merupakan suatu perasaan yang tidak mudah digambarkan. Ketegangan timbul karena ada masalah yang harus ditanggulangi.

Ketegangan yang berkepanjangan memang selalu mengganggu jalannya kehidupan,  namun demikian dalam kehidupan sehari-hari tidak adanya ketegangan sama sekali belum tentu dan bahkan bukan merupakan suatu tanda kebahagiaan, tetapi malah menunjukkan adanya kelesuan atau ketidaktahuan mengenai apa yang tengah terjadi.

Seseorang yang mengalami ketegangan pada umumnya menunjukkan tingkah laku atau kegiatan yang tidak biasanya  dilakukan,  yang dilakukan  tanpa mereka sadari atau bahkan dengan sengaja. Misalnya saja : merokok terus menerus, terlalu tergantung pada minuman keras maupun berbagai macam pil, kepala selalu pusing tanda sebab yang nyata, rasa lelah tanpa sebab yang dapat dibenarkan, tidak bisa tidur, perut selalu murus dan mual, gelisah, terlalu mengandalkan pekerjaan untuk kepuasan, terlalu perasa ( emosional ), murung dan tidak percaya diri, tidak bisa konsentrasi dalam menyelesaikan pekerjaan, takut dan cemas, serta berbagai  tingkah laku yang menyimpang  dari kebiasaan lainnya.

Apabila tingkah laku semacam itu  seringkali dilakukan  sedangkan  sebelumnya  tidak  pernah  atau  jarang  sekali  dilakukan,  maka ada baiknya untuk berkonsultasi pada seorang ahli yang bisa membantu menanganinya. Atau bisa juga orang tersebut menengok kembali upaya apa yang telah dilakukannya untuk menanggulangi ketegangan itu.

Banyak di antara kita yang sering mengalami ketegangan dalam hidupnya. Di dalam lingkungan kerja, ketegangan yang sering dialami oleh karyawan akan mengganggu situasi kerja serta konsentrasi dalam menyelesaikan tugasnya. Keadaan ini bisa mengakibatkan menurunnya prestasi kerja yang tentunya sangat merugikan diri karyawan dan perusahaan.

Timbulnya ketegangan seperti digambarkan di atas pada hakikatnya disebabkan oleh tiga faktor, yakni masalah organisasi di lingkungan kerja, faktor si karyawan, dan hal lain yang berhubungan denga masyarakat. Bisa terjadi seorang karyawan mengalami ketegangan karena ketiga faktor atau salah satu faktor saja.

Faktor di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan ketegangan pada diri seseorang antara lain : masalah administrasi, tekanan yang itdak wajar untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan dan situasi kerja, struktur birokrasi yang tidak tepat, sistem manajemen yang tidak sesuai, perubahan kedudukan, persaingan yang semakin ketat untuk memporoleh kemajuan, anggaran yang terbatas, perencanaan kerja yang kurang baik, jaminan pekerjaan yang tidak pasti, beban kerja yang semakin bertambah, dan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan pekerjaan.

Faktor dalam diri individu juga mempengaruhi timbulnya ketegangan. Berbagai masalah yang menyangkut individu dan dapat mengakibatkan ketegangan antara lain adalah keinginan dan cita-cita yang tidak masuk akal, sikap yang merusak diri, rintangan karier, masalah keuangan, masalah ketidakcocokan status, konflik antara masalah pekerjaan dengan masalah rumah tangga, umur yang semakin meningkat, kegagalan dalam meningkatkan kemampuan, dan segala masalah yang menyangkut dirikaryawan tersebut.

Masalah yang menyangkut diri karyawan sering mengakibatkan timbulnya masalah dalam bidang pekerjaan, apalagi jika pribadi karyawan itu tidak kokoh, sehingga mudah sekali terpengaruh oleh hal-hal yang mestinya bisa dihindari. Selain itu, lingkungan masyarakat yang dapat menyebabkan ketegangan antara lain adat istiadat yang tidak sesuai dengan hati nurani, cara hidup masyarakat, dan lain sebagainya. Apabila ketiga faktor tersebut mempengaruhi seseorang, maka dapat dipastikan bahwa ketegangan akan semakin lama dialami dan dapat merugikan. Yang pasti dengan timbulnya ketegangan ini kehidupan seseorang akan terganggu, dan hal ini dapat meluas serta menimbulkan ketegangan dalam rumah tangga, baik dengan isteri atau suami, anak-anak, maupun anggota keluarga yang lain.

2. Keterasingan Kerja

3. Konflik Kerja

4. Stress Kerja

E. Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.

F. Sumber Pengajaran :
1. Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3. Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4. Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5. Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6. Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

G. Evaluasi :
Setelah Anda mempelajari materi kuliah, maka Anda dapat mengerjakan tugas berikut, dengan cara mendownload dan kirimkan jawaban Anda ke email : eisya.management@yahoo.co.id.

Tugas Anda !

5. Kepuasan Kerja

A. Pokok Bahasan : Kepuasan Kerja

B. Sub Pokok Bahasan :
1. Kepuasan Kerja
2. Kegairahan Kerja
3. Keamanan Kerja

C. Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepuasan kerja, kegairahan kerja, dan keamanan kerja.

D. Materi Pengajaran :
1. Kepuasan Kerja
2. Kegairahan Kerja
3. Keamanan Kerja

E. Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.
4. Studi kasus.

F. Sumber Pengajaran :
1. Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3. Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4. Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5. Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6. Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

G. Evaluasi :
Setelah Anda mempelajari materi kuliah, maka Anda dapat mengerjakan tugas berikut, dengan cara mendownload dan kirimkan jawaban Anda ke email : eisya.management@yahoo.co.id.

Tugas Anda !

Karier Kerja

A. Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami pentingnya profesionalisme dalam bekerja dan hubungannya dengan karier dalam bekerja.

B. Pokok Bahasan : Karier Kerja

C. Sub Pokok Bahasan :
1. Membina Karier
2. Menghadapi Atasan
3. Membangun Kesan Positif
4. Profesionalisme

D. Uraian Materi :
Tak terhitung lagi literatur ataupun petunjuk praktis bagi para manajer yang mengemukakan, bahwa untuk dapat maju dalam karier, kerja keras dan disiplin adalah resepnya. Dengan bekerja keras secara disiplin, tak ayal ini akan membuahkan hasil-hasil yang konkrit positif bagi perusahaan. Prestasi kerja atau manajer yang demikian akan diperhatikan dan dicatat. Pencatatan belum tentu membawa promosi yang telah diharap-harapkan. Bahkan belum tentu mengakibatkan peningkatan dalam penghasilan sang manajer yang bekerja keras dan disiplin itu.

Dalam kondisi seperti itu, maka kemajuan karier sang manajer semakin ditentukan oleh seberapa banyak perhatian yang diarahkan pada dirinya dari orang lain, terutama dari atasannya atau pimpinan perusahaan. Kerja keras, citra atau image, ternyata menduduki tempat kedua sesudah penampilan, sebagai faktor-faktor yang paling berperan dalam karier seseorang.

Ada dugaan bahwa mayoritas manajer perusahaan masih terbenam dalam semacam "mitos palsu" di mana pekerja keras otomatis akan diperhatikan oleh atasan dan dinaikkan ke posisi lebih tinggi. Hal ini belum tentu benar, karena kenyataan menunjukkan bahwa individu yang bisa "maju" di suatu perusahaan adalah orang-orang yang mampu menampilkan diri secara baik di saat-saat yang penting.

Upaya menampilkan diri ini sebenarnya dapat dimulai dengan mudah, yaitu dengan tidak banyak berbicara dahulu tetapi lebih banyak mendengarkan dan mengamati dinamika lingkungan kerja, rekan kerja, kbiasaan-kebiasaan setempat, dan hal-hal sejenis.

Salah satu jalan tercepat untuk bisa tampil ialah dengan menempatkan diri - kalau perlu sebagai relawan - dalam berbagai satuan tugas yang tujuannya menunjang kegiata-kegiatan utama perusahaan.

Terlebih apabila satuan tugas ini dibentuk dalam rangka "trauble shooting" suatu kegiatan yang macet di tengah jalan. Kalau berhasil membereskan masalahnya hingga kegiatan lancar kembali, maka kredit point akan diperoleh, kalau gagal, toh bukan kita yang menyebabkan timbulnya masalah, sehingga kemungkinan dipersalahkan pun akan lebih kecil.

Tak tertutup kemungkinan memang, bahwa seorang manajer maju atas jasa pihak lain di luar dirinya, misalnya "dikatrol" oleh atasan yang mempunyai atau "kewajiban" tertentu adanya, atau juga manajer tersebut menjadi anggota suatu klik yang diketahui merupakan "ruling elite" di perusahaan tersebut.

Terlepas  dari kenyataan bahwa, karier dapat maju atas dasar hubungan ini, namun tak dapat disangkal bahwa hal itu jelas akan menimbulkan hubungan antar pribadi yang tak serasi dengan pihak-pihak atau rekan-rekan yang merasa tak kalah kontribusinya pada perusahaan dan sewajarnya mendapat perhatiasn dan perlakuan yang sama.

1. Membina Karier
Orang zaman dahulu juga mempunyai resep yang jitu untuk mengawali dan mengembangkan apa yang oleh orang modern disebut "karier". Baik itu karier dalam arti sempit ( sebagai upaya mencari nafkah, mengembangkan profesi, dan meningkatkan kedudukan ), maupun dalam arti luas ( sebagai langkah maju sepanjang hidup atau mengukir kehidupan seseorang.

Salah satu resepnya adalah persiapan sejak dini. Memulai rangkaian proses inisiasi sejak bayi hingga mandiri, seseorang dipersiapkan untuk berhasil menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. Masa kini, kemapanan cara ini dapat dipadankan dengan program imunisasi, program gizi, dan program edukasi. Gemblengan mental secara "prihatin dan tirakat" zaman dulu, kini ditangani oleh para ahli pedagogi dan psikologi. Bahkan dalam hal ilmu dan teknologi, manusia modern lebih unggul.

Konon 3 di antara 5 manusia karier mendambakan karier mereka menanjak terus dengan pesat. Penghasilan makin besar, kedudukan sosio ekonomis makin tinggi dan mantap, batin makin puas karena berhasil mewujudkan jati diri. Namun tak semua berhasil mencapai dambaan seperti itu, karena cara mencapai sukses tersebut gampang-gampang susah. Hal inilah yang membuat orang  penasaran mengenai resep untuk mengembangkan karier.

Ada yang punya resep "semir dan koneksi." Ada pula yang mengandalkan resep "Gunung Kawi." Ada yang yakin resepnya adalah "prestasi." Ada pula yang tekun mencoba resep "dedikasi." Tak kalah berbobot, resep "ilmu dan teknologi." Tetapi banyak pula yang menganggap resep "konsistensi." Dan tak kalah ketinggalan resep "promosi diri."

Semua serba berakhir dengan hurup "i," sehingga orang tak tahu lagi mana yang sebaiknya diikuti. Resep "semir" dan "koneksi" biasa dikilahkan oleh angkatan kerja baru bila gagal memperoleh posisi. Resep "Gunung Kawi" dirasionalisasikan oleh mereka yang perlu mempertebal keyakinan diri. Mereka yang pegang resep "prestasi." terkadang mengalami prustasi karena belum melambaganya sistem eval;uasi dan apresiasi, serta masih banyaknya atasan yang mau menang sendiri. Untuk menerapkan "konsistensi" diperlukan kesabaran yang tinggi seperti pada pegawai negeri, padahal mereka sudah tidak sabar lagi ingin cepat naik pangkat. Resep "ilmu dan teknologi" memang berarti , namun ini masih perlu dijabarkan  lagi menjadi "prestasi" dan hasilnya mereka sudah tahu sendiri. Resep "dedikasi" nasibnya tidak jauh beda dari resep "konsistensi." Keduanya makan waktu, konsentrasi, dan belum tentu dihargai. Resep lainnya, yaitu "promosi diri" di kalangan timur malah dianggap terlalu ambisi dan tak tahu diri.      

2. Menghadapi Atasan
Yang namanya manajer itu pada umumnya mempunyai atasan. Bahkan seorang Direktur Utama atau Presiden Direktur sebagai manajer tertinggi suatu perusahaan, pada umumnya juga bertanggung jawab kepada pihak lain yang dalam hal tertentu lebih ber"kuasa," misalnya kepada Presiden Dewan Komisaris atau kepada para pemegang saham.

Kemajuan karier para manajer ini sebenarnya amat ditentukan oleh atasan mereka tadi. Tugas manajer untuk mengatur bawahan memang menjadi indikasi prestasi, tetapi yang memberikan apresiasi ( dan rekomendasi promosi ) bukan mereka ( bawahan tadi ), tetapi para atasan. Literatur tentang bagaimana me-manage bawahan sudah teramat banyak. Sayang tak ada satupun buku mengenai "how to manage the boss."

Jarang sekali manajer yang mafhum bahwa mengelola atasan sama pentingnya dengan mengatur bawahan. Tak jarang omelan dan uneg-uneg diarahkan ke pimpinan ( boss ), tetapi tak ada yang berpikir bahwa pimpinan itu sebenarnya bisa juga "diatur." Bahkan, mengatur atasan dapat dikatakan lebih mudah daripada mengatur bawahan, lantaran tidak terlalu banyak patokan yang harus diingat.

Ada beberapa petunjuk praktis mengenai bagaimana cara seorang manajer me-manage atasannya.
a. Ia ( manajer ) harus menyadari bahwa sebagai bawahan, ia mempunyai tugas membantu atasannya menjadi seefektif dan sesukses mungkin dalam tugasnya. Presatasi atasan ini tentu akan membawa kemajuan-kemajuan dalam kariernya maupun karier bawahannya yang turut mendukungnya.

b. Manajer harus menyadari bahwa atasannya manusia biasa, dengan segala keanehan-keanehan pribadinya. Atasan itu pasti berbeda dengan pimpinan-pimpinan lain. Jadi jangan mencoba menyamakan atasan yang satu dengan atasan yang lain, misalnya yang tercantum dalam berbagai buku manajemen atau otobiografi. Tugas kita adalah menciptakan kondisi yang memungkinkan pimpinan berprestasi secara baik.

c. Kenali kelebihan dan kekurangan / kelemahan atasan. Dengan demikian kita dapat menunjang boss pada bidang-bidang di mana dia memang butuh bantuan.

Usahakan agar pimpinan kita tahu benar apa yang dapat diharapkan dari kita sebagai bawahan, apa tujuan segala aktivitas kita dan bawahan kita, serta apa yang menjadi prioritas - dan yang bukan prioritas - program kerja kita.

Dengan ikut membantu pimpinan, sebenarnya manajer yang bersangkutan sedang mengumpulkan point untuk  kenaikan karier nantinya.

3. Membangun Kesan Positif
Bagaimanapun juga, pimpinan adalah tokoh yang menentukan nasib karier seseorang, baik secara langsung maupun tak langsung. Karenanya, kesan positif pimpinan terhadap karyawan harus dibina dan dikembangkan oleh karyawan yang bersangkutan. Bila kesan tersebut belum ada, karyawan perlu menciptakannya.

Upaya membangun kesan positif di mata pimpinan, bukanlah merupakan upaya penuh tipu daya, muslihat, atau merupakan usaha menjilat atasan. Sama sekali bukan.

Upaya semacam ini merupakan strategi dan taktik karyawan yang bersifat positif dan sah. Tindakan ini didasari atas adanya pengertian saling membutuhkan dan saling menghargai antar manusia. Karena pimpinan dan karyawan itu termasuk manusia, maka kedua belah pihak tersebut juga memiliki rasa saling membutuhkan dan menghargai. Dan sikap ini akan lebih mudah timbul bila seseorang telah memiliki kesan positif terhadap orang lain.

Para manajer / eksekutif semakin menyadari, bahwa membangun kesan positif dari pimpinan merupakan hal penting yang berkaitan dengan masalah karier mereka. Ketidakmampuan seseorang untuk membuat pimpinan terkesan, acapkali membuat karier seseorang tersebut terlambat atau berjalan tersendat-sendat.

Para pimpinan biasanya sangat terkesan, bila mendapatkan bukti bahwa karyawannya selalu sibuk bekerja. Karenanya, usahakanlah untuk memenuhi meja kerja dengan pelbagai berkas laporan, foto / gambar produk-produk perusahaan, grafik-grafik, dan lain sebagainya.

Namun, apa pun yang dilakukan, janganlah menata pelbagai barang / perlengkapan kerja secara rapi, atau menurut kelompok pembagian yang teratur, karena keteraturan dapat menarik pengunjung tak diundang - termasuk pimpinan - untuk duduk di kursi kerja kita dan mengisengi meja kerja kita. Dengan membuat meja kerja tampak "porak poranda," pimpinan atau karyawan lain akan sulit untuk menemukan "catatan pribadi" yang kita selipkan di bawah tumpukan dokumen.

Menurut hasil penelitian, para manajer/ eksekutif sering memasang atau menggantungkan pelbagai bentuk foto / gambar di ruang kerjanya. Eksekutif yang gemar menghiasi ruang kerjanya dengan foto-foto keluarga atau foto-foto sewaktu liburan, tampak cenderung tak bisa melejit dengan abik pada anak tangga kariernya. Yang berhasil menjadi pimpinan di masa depan adalah para eksekutif yang memilki kecenderungan untuk memasang potret pimpinan di ruang kerjanya. Potret yang dipasang ini biasanya menunjukkan peristiwa / kegiatan positif yang dilakukan pimpinan. Cara ini merupakan bukti atensi kita pada pimpinan. 

Kegiatan memberikan laporan secara baik pada pimpinan juga merupakan hal yang perlu. Hal ini tidak lalu berarti kita menjadi seorang bermental "yes man" atau sekedar bertindak sebagai karyawan yang menyajikan laporan gaya "ABS" ( Asal Bapak Senang ). Tetapi mengandung pengertian, bahwa kita sebagai karyawan harus pandai-pandai membawa diri dan membaca situasi.

Misalnya, kita menghadiri suatu meeting di mana pimpinan juga ikut hadir. Sebelum kita mulai berbicara atau mengeluarkan komentar, seyogianya kita menunggu dulu sampai pimpinan menunjukkan posisinya secara jelas, yaitu ke arah mana ia memiliki kecenderungan dalam menghadapi masalah yang tengah diperbincangkan. Biasanya kita dapat menduga hal ini, bila wajah pimpinan berubah menjadi cerah ketika mendengar usulan yang ia sukai dari seseorang. Namun kalau toh kita tak bisa memastikan di posisi mana pimpinan berdiri, kita masih dapat menggunakan taktik lain, misalnya dengan mengajukan pertanyaan demikian : " Pak, bisakah kami meminta pendapat Bapak ? Karena  tampaknya kami belum memperoleh gambaran yang jelas dalam menghadapi kasus ini. Saya ingat, waktu menghadapi masalah perusahaan XYZ dulu, Bapak dapat membantu kami dalam memecahkan persoalan pelik tersebut."

Dalam hal ini, mau tidak mau, pimpinan kita akan menjelaskan pendapatnya. Bila toh misalnya pendapat kita nantinya berbeda dengan pendapat pimpinan, kita sebelumnya telah berhasil merebut rasa simpati pimpinan. Dengan cara ini, kita dapat mencapai dua tujuan sekaligus, yaitu membuat pimpinan terkesan, karena kita memberikan kesempatan padanya untuk mengemukakan pendapatnya, serta mengungkapkan jasanya di masa lalu; dan kita dapat mengemukakan pendapat kita sendiri tanpa perlu menjadi seorang yang bermenta "Yes man."

Sebagai salah satu bagian dari roda besar perusahaan, kita perlu memilki tas kerja sendiri yang cukup representatif. Di samping itu, setiap kali pulang kerja, tas tersebut harus kita bawa pulang.

Pastikan bahwa pimpinan melihat kita pulang sambil menjinjing tas. Tindakan ini menimbulkan kesan bahwa kita merupakan seorang pekerja keras dan ulet. Pimpinan dapat menduga, bahwa kita ikut membawa pulang berkas-berkas pekerjaan kantor, dan menyelesaikannya sebagai pekerjaan rumah. Bila kita tak menjinjing tas, berarti kita tak mengerjakan sesuatu di rumah.

4. Profesionalisme Kerja
Kata profesionalisme berasal dari bahasa Anglosaxon. Kebalikan dari profesionalisme adalah mengandung pengertian kecakapan, keahlian, dan disiplin, maka amateurisme atau dilettantisme mengandung pengertian acak-acakan.

Kamus Webster Amerika menegaskan bahwa profesionalisme adalah suatu tingkah laku, suatu tujuan,atau rangkaian kualitas yang menandai atau melukiskan coraknya suatu profesi.

Profesionalisme mengandung pula pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sumber penghidupan.

Mungkin pengertian asli dari profesionalism ini agak kabur. Dan perlu kiranya kita berusaha mengerti apa yang dimaksud dengan profession, yaitu yang kita kenal dengan istilah profesi, dan yang kita artikan dengan "pekerjaan" atau "job" kita sehari-hari. Tetapi dalam kata profession yang berasal dari perbendaharaan Anglosaxon itu tidak hanya terkandung pengertian "pekerjaan" saja.

Profesi mengharuskan tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan, tetapi dalam arti "profession" terpaku juga suatu panggilan, suatu roeping, suatu calling, suatu strong inner impulse.

Dengan begitu, maka arti "profession" mengandung dua unsur. Pertama unsur keahlian dan kedua unsur panggilan. Sehingga seorang "profesional" harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya, dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi "profesional." Kedua-duanya harus manunggal.

Dalam perkembangan masyarakat modern dewasa ini, profesionalisme merupakan fenomena yang amat penting, yang dulunya tidak pernah dibahas, baik oleh masyarakat kapitalis-liberal maupun oleh masyarakat komunis otoriter.

Dua pokok yang menarik perhatian dari keterangan Encyclopedia-nya Prof. Talcott Parsons mengenai profesi dan profesionalisme itu.

Pertama ialah bahwa manusia-manusia profesional tidak dapat digolongkan sebagai kelompok "kapitalis" atau kelompok "kaum buruh." Juga tidak dapat dimasukkan sebagai kelompok "administrator" atau "birokrat."

Kedua ialah bahwa manusia-manusia profesional merupakan suatu kelompok tersendiri, yang bertugas memutarkan roda perusahaan, dengan suatu leadership status. Jelasnya mereka merupakan lapisan kepemimpinan dalam memutarkan roda perusahaan itu. Kepemimpinan di segala tingkat, mulai dari atasan, melalui yang menengah sampai ke bawah.

Dalam lapangan kerja, atasan seharusnya menilai kemampuan orang bukan semata-mata atas dasar diploma atau gelarnya, tetapi atas kesanggupannya untuk mewujudkan prestasi berupa kemajuan nyata dengan modal pengetahuan yang ada padanya.

Dalam praktik kita jumpai, bahwa tidak semua orang mampu mendayagunakan pengetahuannya dalam pekerjaan. Tidak jarang kita jumpai seorang sarjana yang hanya mampu bekerja secara rutin. Sebaliknya, seorang non sarjana yang kreatif ternyata mampu memberi bukti kesanggupan berkembang dan menambah aneka bentuk faedah baru dengan dasar pengetahuannya yang relatif masih terbatas itu.

Diploma dan gelar bukan jaminan prestasi seseorang. Prestasi harus diukur di satu pihak dengan hasil yang diperoleh dari seseorang dan di lain pihak dengan tolak ukur yang dikaitkan dengan kemampuan yang semestinya ada pada orang itu.

Diploma hanya memberi harapan tentang adanya kemampuan itu, tetapi kemampuan nyata harus dibuktikan melalui hasil penerapan pengetahuan yang ditandai dengan diploma tadi dalam pekerjaan.

Untuk memperoleh kemampuan demikian, pengalaman merupakan guru yang terbaik. Tanpa kesanggupan untuk menarik pelajaran dari pengalamannya, seseorang tidak akan mengalami proses kemajuan dan pematangan dalam pekerjaan. Orang yang sudah puas dengan perolehan tanda lulus atau gelar saja dan tidak  meneruskan proses belajarnya dari praktik bekerja, akan mengalami kemunduran dalam dunia yang dinamis ini dan akan tertinggal dari yang lain.

Anggapan bahwa profesionalisme dapat diharapkan muncul sekedar dengan anjuran, tidaklah benar. Di bawah ini dikemukakan beberapa ciri profesionalisme.
1. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil, sehingga kita dituntut untuk selalu mencari peningkatan mutu.

2. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.

3. Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas atau putus asa sampai hasil tercapai.

4. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh "keadaan terpaksa" atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.

5. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan pikiran dan perbuatan, sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi.

Belum adanya apresiasi yang wajar tentang arti sebenarnya dari istilah "profesional" juga tercermin dalam balas jasa yang diterima oleh tenaga manajer profesional. Di satu pihak, ada majikan yang memperlakukan seorang manajer profesional tidak beda dengan karyawan biasa dan menentukan imbalan jasanya hanya berdasarkan tingkat pendidikannya.

Di lain pihak kita jumpai majikan yang memberi imbalan berlebih karena alasan yang tidak ada sangkut pautnya dengan fungsi atau kedudukan manajer bersangkutan dalam perusahaan ( misalnya, karena ia mantan pejabat tinggi pemerintah atau bertali saudara dengan seorang pejabat tinggi ).

Dapat juga terjadi, bahwa penilaian balas jasa hanya didasarkan pada satu segi yang jelas tampak, yaitu besar keuntungan / laba yang dihasilkan.

Segi-segi prestasi lain yang sebenarnya tidak kalah penting terabaikan, misalnya besarnya pengorbanan pribadi dalam proses pembentukan taraf kemahiran yang diperoleh, besarnya tangggung jawab atau resiko yang harus dipikul dalam perusahaan, atau kemampuannya untuk menghindarkan perusahaan dari menderita kerugian. 

7. Review Materi

A. Pokok Bahasan : Review Materi

B. Sub Pokok Bahasan :

C. Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat merangkum materi-materi yang telah dipelajari.

D. Materi Pengajaran :

E. Metode Pengajaran :

F. Sumber Pengajaran :
1. Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3. Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4. Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5. Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6. Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

G. Evaluasi :
Setelah Anda mempelajari materi kuliah, maka Anda dapat mengerjakan tugas berikut, dengan cara mendownload dan kirimkan jawaban Anda ke email : eisya.management@yahoo.co.id.

Tugas Anda !

8. Psikologi Pelayanan terhadap Pelanggan

A. Pokok Bahasan : Psikologi Pelayanan terhadap Pelanggan

B. Sub Pokok Bahasan :
1. Motif Pelanggan
2. Penampilan dan Harga Diri Pelanggan
3. Macam-macam Type Pelanggan
4. Menciptakan Hubungan dengan Pelanggan
5. Visi Perdagangan Bebas Era Globalisasi dalam Produk dan Jasa Pelayanan

C. Tujuan Khusus :
Warga belajar memahami motif dan type pelanggan sehingga dapat menciptakan hubungan yang baik dengan pelanggan.

D. Materi Pengajaran :
1. Motif Pelanggan
2. Penampilan dan Harga Diri Pelanggan
3. Macam-macam Type Pelanggan
4. Menciptakan Hubungan dengan Pelanggan
5. Visi Perdagangan Bebas Era Globalisasi dalam Produk dan Jasa Pelayanan

E Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.

F. Sumber Pengajaran :
1. Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3. Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4. Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5. Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6. Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

G. Evaluasi :
Setelah Anda mempelajari materi kuliah, maka Anda dapat mengerjakan tugas berikut, dengan cara mendownload dan kirimkan jawaban Anda ke email : eisya.management@yahoo.co.id.

Tugas Anda !

Mengenal Karakter Pelanggan

A. Pokok Bahasan : Mengenal Karakter Pelanggan

B. Sub Pokok Bahasan :
1. Dasar-dasar Pelayanan Pelanggan
2. Karakter Pelanggan
3. Pelayanan yang Tidak Diberikan kepada Pelanggan
4. Melayani Pelanggan Lebih dari Satu dalam Waktu yang Bersamaan

C. Tujuan Khusus :
Warga belajar memahami karakter pelanggan sehingga dapat dengan mudah menentukan bentuk pelayanan yang diberikan kepada pelanggan.

D. Materi Pengajaran :

Sebelum mengenal karakter pelanggan, kita sebaiknya mengetahui dasar–dasar pelayanan terhadap pelanggan. Dasar–dasar pelayanan ini menekankan arti keterampilan dasar yang diperlukan untuk menciptakan pengalaman yang menyenangkan bagi pelanggan. Keterampilan pelayanan ini perlu diingat oleh setiap karyawan.

Untuk menghindari hal–hal yang tidak diinginkan dalam pelayanan, perlukah kiranya kita memahami tentang dasar–dasar pelayanan dalam industri jasa.

Ada delapan keterampilan dasar yang dapat diterapkan pada semua sitausi dalam pelayanan, yaitu :

1. Pusatkan perhatian pada pelanggan.
2. Berikan pelayanan yang efisien.
3. Naikkan harga diri tamu.
4. Bina hubungan baik dan harmonis dengan pelanggan.
5. Berikan penjelasan dan informasi sebaik mungkin.
6. Ketahuilah apa keinginan pelanggan.
7. Jelaskan pelayanan apa saja yang bisa diberikan oleh perusahaan.
8. Alihkan tugas pada yang lebih mampu bila tak dapat melayani.

Karena pelanggan tidak ingin dirinya tidak diistimewakan pada saat dilayani, maka petugas hendaknya tidak memecah perhatiannya pada orang lain pada saat melayani seorang pelanggan.

Pelanggan akan marah jika merasa dirinya diabaikan atau dilayani dengan setengah hati. Dengan memfokuskan perhatian pada tamu, berarti Anda telah memberikan pelayanan secara sopan, menyenangkan.

Dasar Pelayanan Pelanggan

1. Memusatkan Perhatian pada Pelanggan

Caya yang dapat ditempuh, antara lain :
a.Mendengarkan dengan penuh apa yang dibicarakan oleh pelanggan. dan jangan sekali–kali memotong pembicaraannya.
b.Memperhatikan sikap tubuh Anda, bertindak secara tenang dan rileks.
c.Menatap mata pelanggan pada saat berbicara dan tersenyum sehingga tatatapan mata Anda menjadi teduh dan menyenangkan hati orang yang memandang.
d.Menangani pembicaraan palayanan bila tamu mengharapkan tanggapan Anda.

2. Memberikan Pelayanan yang Efisien

Cara yang dapat dilaksanakan, antara lain :
a.Melayani pelanggan berikutnya segera setelah selesai dengan yang satu.
b.Mempergunakan waktu seakurat mungkin, berbicara seperlunya dengan pelanggan.
c.Menjawab pertanyaan pelanggan secara singkat, tepat, cepat dan tidak bertele–tele.

3. Meningkatkan Perasaan Harga Diri Tamu

Cara yang dapat dilakukan :
a.Mengenali kehadiran pelanggan dengan segera.
b.Selalu mempergunakan nama pelanggan sesering mungkin.
c.Tidak menggurui pelanggan bagaimanapun pintarnya Anda.
d.Memuji dengan tulus dan memberikan penghargaan kepada pelangagan.

4. Membina Hubungan Baik dengan Pelanggan

Cara yang dapat dilakukan :
a.Mendengarkan apa yang disampaikan oleh pelanggan tanpa memotong pembicaraannya.
b.Menunjukkan simpati dan berbicara dengan penuh perasaan untuk menunjukkan bahwa Anda mengerti dan memahami perasaan pelanggan.

5. Memberikan Penjelasan dan Keterangan

Cara yang dapat dilakukan :
a.Menjelaskan kepada pelanggan bahwa suatu hal tidak diperkenankan dilakukan tanpa memberikan pembelaan bahwa hal tersebut semata–mata merupakan kebijakan perusahaan.
b.Memberi penjelasan secara baik dan benar agar pelanggan merasa diperlakuukan sebagai orang dewasa dan tak terusik harga dirinya.

6. Dapat Menentukan Apa Keinginan Pelanggan

a.Menanyakan kepada pelanggan.
b.Mengulangi kembali keinginan pelanggan kemudian meraik inti dari apa yang dikatankannya.

7. Penjelasan Jasa Pelayanan yang Dapat Diberikan oleh Perusahaan

Cara yang dapat dilakukan :
Menjelaskan kepada pelanggan keuntungan yang akan diperoleh menggunakan fasilitas dan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan.

8. Mengalihkan Pelayanan ke Orang Lain

Cara yang dapat dilakukan :
Bila seorang pelanggan meminta jasa pelayanan di luar kemampuan Anda untuk melayani, cara terbaik adalah mengalihkan masalah tersebut pada orang yang lebih mampu. Dengan pengalihan tersebut pelanggan akan melihat bahwa perusahaan jasa Anda telah berkerja dengan profesional.

Karakter Pelanggan

1. Pelanggan yang Diam

Banyak faktor yang menyebabkan seseorang ( pelanggan ) pendiam, misalnya :
a.Adanya rasa malu dalam diri pelanggan, sehingga ia tidak memiliki keberanian untuk menyatakan pendapatnya dengan jelas.

b.Terkadang ketika tidak dapat memusatkan perhatian pada saat transaksi, pelanggan yang pendiam terlihat sedikit gugup. Akibatnya komunikasi antara petugas pelayanan dan pelanggan terganggu.

Cara menghadapi pelanggan yang pendiam :
Pelanggan yang pendiam dan cenderung pemalu akan merasa tenteram jika dihadapi dengan ramah, tamah, hormat, dan penuh perhatian.

2. Pelanggan yang Tidak Sabar

Pelanggan yang tidak sabar terlihat dengan jelas pada saat kita sedang melakukan transaksi dengan mereka. Sifat–sifat tidak sabar tersebut muncul secara tidak sengaja melalui bahasa tubuhnya seperti : menghentak–hentakkan kaki pada lantai, meremas–remas benda yang di pegang, melihat ke obyek tertentu terus–menerus, sering bertanya pada petugas, bahkan mengintip apa yang terjadi di dalam.

3. Pelanggan yang Banyak Bicara

Cara terbaik menghadapi pelanggan seperti ini antara lain :
a.Mengenali kedatangan tamu dengan mengucapkan salam.
b.Menawarkan bantuan yang diperlukan olehnya
c.Bila pelanggan masih terus bicara, petugas mengalihkan perhatiannya pada hal–hal yang ditawarkan dengan penjelasan yang cukup.
d. Meminta alamat dan nomor teleponnya. Pelanggan jenis ini seringkali jika mendapatkan perhatian.

4. Menghadapi Pelanggan yang Memiliki Permintaan

Cara menghadapi pelanggan yang seperti itu :
a.Mengucapkan salam bila ia datang ke counter Anda.
b.Mendengarkan permintaannya.
c.Segera memenuhi permintaan pelanggan.
d.Meminta maaf dan menyarankan alternatif lain jika tamu merasa tidak puas atas pelayanan yang diberikan.

5.Pelanggan yang Peragu

Faktor yang menyebabkan pelangan menjadi peragu :
a.Faktor latar belakang kehidupannya.
b.Pelanggan ragu jumlah uangnya kurang.
c.Terbiasa memutuskan sesuatu setelah meminta pertimbangan orang lain.

Cara memperlakukan pelanggan yang ragu :
a.Menanamkan kepercayaan.
b.Petugas harus dapat bersikap tenang, percaya diri, berpenampilan baik dan menguasai pekerjaan agar pelanggan merasa senang.
c.Tidak memberikan terlalu banyak pilihan pada pelanggan.

6.Pelanggan yang Senang Mendebat / Membantah

Cara menghadapi pelanggan yang pendebat :
a.Tidak menunjukkan reaksi bila pelanggan tersebut berada pada pihak yang salah, sebab jika kita menunjukkan reaksi akan timbul diskusi yang berkepanjangan.
b.Bersikap tenang, tidak gugup dan tidak terpancing untuk marah.
c.Membatasi percakapan pada masalah yang masuk akal.
d.Petugas tidak boleh terpancing untuk berdebat.

7. Pelanggan yang Lugu

Untuk menghadapi pelanggan seperti itu :
a.Terimalah pelanggan apa adanya.
b.Luangkan banyak waktu untuk membantu.
c.Tanyakan apa keperluannya dan setelah mengetahuinya ketakan bahwa anda siap membantu.
d.Layani berdasarkan permintaan.
e.Jangan sekali–kali membohongi pelanggan.

8. Pelanggan yang Siap Mental

Untuk menghadapi pelanggan seperti ini :
a.Membiarkan pelanggan memilih yang disukainya.
b.Tidak banyak bertanya.
c.Segera memproses pembayaran setelah pelanggan memperoleh yang diinginkannya.
d.Memuji pelanggan dan mengucapkan terima kasih atas kedatangannya.

9. Pelanggan yang Curiga

Cara menghadapi pelanggan yang curiga, antara lain :
a. Usahakan untuk memberikan jaminan yang baik kepada pelanggan serta kesempatan baginya untuk menukarkan kembali yang telah diperolehnya jika terjadi kekeliruan dalam penggunaan jasa pelayanan.
b. Demonstrasikan barang / jasa yang akan diterima oleh pelanggan untuk menambah keyakinan pelanggan.

10. Pelanggan yang Sombong

Cara menghadapi pelanggan yang sombong, antara lain :
a.Bersikap tenang, tidak terpengaruh oleh penampilannya.
b.Memuji kedatangannya, memberikan perhatian penuh dengan rasa hormat.
c.Tetap sabar menghadapai segala sikapnya dan tidak menanggapi terlalu serius.
d.Memberi kesan bahwa pelanggan tersebut perlu dihormati.

Pelayanan yang Tidak Dapat Diberikan kepada Pelanggan

Adakalanya suatu pelayanan tidak dapat diberikan kepada pelanggan. Hal ini terjadi karena perusahaan menentukan kebijakan tersebut. Misalnya, di sebuah hotel ada tamu yang menelepon kantor Housekeeping dan minta disediakan pelayanan wanita penghibur. Petugas tidak perlu panik menghadapi tamu tersebut. Petugas hendaknya mengatakan bahwa ia tidak diperkenankan oleh manajemen untuk memenuhi permintaan tersebut.

Cara menghadapi pelanggan yang tidak bisa dipenuhi oleh petugas pelayanan, antara lain:
1.Menyampaikan permohonan maaf karena tidak mampu memberikan pelayanan, yang diinginkan pelanggan.
2.Mendengarkan pelanggan yang kecewa tanpa memotong pembicaraanya
3.Mencari alternatif pelayanan lain bila memungkinkan.

Melayani Pelanggan Lebih dari Satu

Cara menghadapi pelanggan dalam keadaan seperti itu :
1.Ketahui dengan segera pelanggan yang baru datang lontarkan senyuman
2.Layani pelanggan secepat mungkin
3.Bila ada jeda saat melayani satu pelanggan, usahakan melayani pelanggan berikutnya.
4.Bantulah pelanggan berikutnya segera memberi informasi bahwa pelanggan lain akan dibantu segera.
5.Demikian seterusnya sehingga seluruh pelanggan merasa diperhatikan.

Menghadapi Pelayanan yang Tertunda

Tak semua pelayanan dapat dilakukan pada saat ini juga, ada yang perlu ditunda karena menunggu sesuatu, misalnya pelanggan yang diminta menunggu pada waktu check–in di hotel, karena kamarnya belum siap, pada waktu membayar dengan kartu kredit dan ternyata dalam proses tersebut kartunya menemui sedikit masalah dan harus minta approval terlebih dulu, pada waktu memesan makanan di restoran, karena makanan harus dimasak terlebih dahulu, pada waktu antri menunggu diperiksa di rumah sakit, dan lain– lain.

Cara menghadapi masalah pelayanan yang tertunda :
1.Dengarkan keluhan pelanggan tanpa membantah.
2.Buat ringkasan masalah pelanggan dan tanggapi dengan penuh simpati.
3.Jelaskan mengapa pelayanan tertunda.
4.Sebutkan tindakan yang telah Anda lakukan dalam rangka membantu menyelesaikan permasalahan pelanggan. Dan jika perlu meminta maaf kepadanya.
5.Bila orang lain membantu menyelesaikan permasalahan, beritahukan kepada pelanggan apa yang sedang Anda lakukan.

E. Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.
3. Penugasan.

F. Sumber Pengajaran :
1. Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3. Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4. Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5. Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6. Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

G. Evaluasi :
Setelah Anda mempelajari materi kuliah, maka Anda dapat mengerjakan tugas berikut, dengan cara mendownload dan kirimkan jawaban Anda ke email : eisya.management@yahoo.co.id.

Tugas Anda !