Sabtu, 26 Februari 2011

Konflik dan Stres Kerja/ Ketegangan Kerja

A.Pokok Bahasan : Konflik dan Stres Kerja

B.Sub Pokok Bahasan : Ketegangan Kerja

C.Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami gejala konflik dan stress dalam bekerja serta dapat mengendalikannya.

D.Materi Pengajaran :

Latar Belakang

Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan ke bagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lagi mereka akan dapat bertahan atau diperkerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi boss baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya, dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpasitan. Situasi inilah yang sering kali memicu terjadinys stress kerja.

Banyak hasil penelitian menemukan adanya kaitan sebab-akibat antara stres dengan penyakit, seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. Oleh karena itu perlu kesadaran penuh setiap orang untuk mempertahankan tidak hanya kesehatan dan keseimbangan fisik saja, tetapi juga psikisnya.

Ketegangan Kerja

Hal utama yang harus diingat pada apapun yang Anda lakukan adalah ada beberapa faktor tak terhindarkan yang akan menimbulkan tekanan dan kecemasan dalam hidup kita. Yang perlu menjadi fokus kita adalah hal-hal yang bisa kita kontrol. Sehingga setelah Anda mempelajari perbedaan antara hal-hal yang dapat Anda kontrol dengan hal-hal yang Anda tidak memiliki kendali terhadapnya maka Anda akan dapat memfokuskan waktu, energi, dan materi ke hal-hal yang bisa Anda pengaruhi.

Berikut ini merupakan beberapa nasihat dalam menangani ketegangan setiap hari yang ditimbulkan oleh stres.

1.Kenali apa yang membuat Anda merasa cemas dan gelisah. Buat sebuah daftar tentang segala hal yang menyebabkan Anda mengalami stres. Segera tangani yang bisa Anda ubah, misalnya pergi kerja lebih cepat atau mengubah cara Anda dalam menangani proyek kerja. Kemudian lupakan saja hal-hal yang tidak bisa Anda kendalikan, seperti kemacetan lalu-lintas atau tempat parkir atau hal-hal yang hanya merupakan bagian dari kehidupan.

2.Bersikap tenang dan menenangkan diri selama beberapa menit. Istirahat beberapa menit akan memberikan perasaan baik bagi Anda. Anda bisa pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka dan mulai lakukan sikap baru. Tenangkan diri Anda dengan makanan ringan atau makan siang lebih dini jika kerja Anda memungkinkannya.

3.Stres akan pergi dengan sendirinya. Jangan jatuh ke dalam perangkap sebagai satu-satunya orang yang terus menerus mengenang kejadian yang telah lewat dan menyebabkan Anda lebih terbebani stres. Ketahuilah bahwa perasaan itu akan berlalu dan akan berakhir. Memikirkan hal yang baik untuk dilakukan akan membuat Anda merasa lebih baik tentang diri Anda.

4.Selalu mencari penyebab dan pemicu. Setiap kali sesuatu terjadi, catat dan cari pola-pola umum yang ada pada kejadian tersebut. Jika kebanyakan dari kejadian itu terkait dengan kerja, mungkin saatnya untuk mencari sebuah pekerjaan baru atau memulai bisnis sendiri. Jika dalam waktu dekat akan ada hari libur, manfaatkan saat tersebut; Libur satu atau dua hari adalah saat yang terbaik membersihkan pikiran. Tetap perhatikan daftar kejadian yang Anda buat dan mulai pecahkan hal-hal yang Anda memiliki kendali terhadapnya.

Pada akhirnya hanya ada dua pilihan, lakukan perubahan untuk mengatasi masalah itu atau terima saja dan ingat roda kehidupan Anda terus berjalan.

Bagaimana Merasa Santai di Tengah Ketegangan di Tempat Kerja

Sesuatu menular bersembunyi di tempat kerja Anda. Ini ketegangan, kecemasan, dan perasaan kekacauan merasa dan diproyeksikan oleh orang-orang di sekitar Anda. Dan kekhawatiran Anda sendiri tidak membantu.
Ada beberapa langkah yang dapat Anda ambil untuk tetap tenang di tengah-tengah semua itu.

Step 1

Sadar tentang bagaimana lingkungan dan rekan kerja Anda mempengaruhi Anda. Sementara Anda di rumah setelah bekerja, luangkan waktu hening untuk merenungkan hari Anda. Belajar untuk mengidentifikasi apa yang menyebabkan Anda kehilangan keseimbangan Lakukan ini setiap hari selama beberapa saat untuk membantu Anda menjadi lebih sadar. Segera Anda akan dapat mengambil kesadaran ini ke tempat kerja Anda dan meletakkannya untuk digunakan.

Step 2

Mengembangkan kesadaran saat Anda mulai kehilangan damai.. Akan membutuhkan latihan, tetapi Anda dapat melakukan hal ini. Di tempat kerja, cobalah untuk menangkap diri Anda segera setelah Anda mulai merasa cemas atau tertekan. Itu akan menjadi waktu yang tepat untuk "sebentar" jika Anda bisa. Merefleksikan apa yang terjadi pada saat Anda merasa stres. Cobalah untuk tetap waspada terhadap situasi yang sama waktu berikutnya hal itu terjadi. Siap sehingga Anda dapat melepaskan stres bahkan sebelum terjadi. Semakin Anda berlatih langkah 1 dan langkah 2, kesadaran Anda akan semakin tajam dan semakin Anda akan memperoleh kendali.

Step 3

Menghentikan penumpukan stres. Sepanjang hari, satu demi satu stres dapat membangun sampai Anda merasa kewalahan dengan itu. Berhenti beberapa kali sepanjang hari selama 1 sampai 5 menit. Ambil napas panjang beberapa kali. Bayangkan, ketika Anda menghembuskan napas, Anda melepaskan stres. Ketika Anda menarik napas, gambar napas Anda membawa kemantapan dan keseimbangan.. Cobalah untuk melakukan hal ini selama pertengahan istirahat pagi, saat makan siang, dan selama istirahat siang Anda.

Step 4

Luangkan waktu.. Sebelum pertemuan, sebelum Anda berbicara dengan rekan kerja yang biasanya mengganggu Anda, sebelum Anda mulai bekerja pada proyek besar, berhenti beberapa dari mereka coba untuk menrik nafas menenangkan ketegangan, menghirup keyakinan, kekuatan, dan tenang.

Step 5

Segera setelah Anda merasa diri Anda "menangkap" kegelisahan orang lain, senyum untuk diri Anda sendiri dan membiarkannya pergi.

Tenangkan diri Anda coba dengan cara meditasi, relaksasi sadar, citra, tai chi, yoga, apa saja yang akan membantu Anda belajar untuk benar-benar bersantai. Segera Anda akan membawa rasa tenang dalam hidup Anda di mana pun Anda berada.

Tips & Warnings Tips & Peringatan

1.Mengidentifikasi beberapa tempat di tempat kerja di mana Anda dapat melangkah menjauh dari meja Anda atau stasiun dan memiliki sedikit privasi untuk bernafas dan memperoleh kembali keseimbangan. Tidak harus mewah, kadang-kadang satu-satunya tempat pribadi adalah toilet.

2.Anda bahkan dapat duduk di meja Anda dan fokus pada pernapasan Anda untuk membantu Anda untuk bersantai. Ini seperti tenang, praktik sederhana, tidak ada seorang pun akan menyadarinya.

3.Jika Anda bisa, tutup mata Anda ketika Anda bernapas untuk rileks.. Tetapi Anda dapat dengan mudah melakukannya dengan mata terbuka jika perlu.

Apakah Anda dapat dengan mudah mengontrol dan mengurangi situasi tegang antara Anda dan orang lain atau mungkin yang mendidih perdebatan antara dua orang lain? Belajar untuk meredakan ketegangan antara manusia adalah mutlak penting. Dan memiliki kemampuan ini tidak hanya penting dalam kehidupan pribadi Anda, tetapi yang lebih penting dalam kehidupan bisnis Anda.

Hal ini benar-benar tidak mungkin untuk bekerja secara efektif dan mengembangkan diri sendiri jika Anda tidak dapat menyelamatkan diri sendiri dan orang lain di sekitar Anda dari situasi konflik. Ada lima tindakan-berorientasi cara yang dapat Anda gunakan sebagai kerangka untuk mengelola konflik secara efektif :

1.Anda harus mengetahui dan memahami apa yang penting untuk bahan berpikir. Berpikir akan melibatkan karyawan Anda atau rekan kerja dalam interaksi yang lebih positif.

2.Anda karyawan memiliki kebutuhan tertentu di mana Anda dapat menyelaraskan tanggung jawab. Ketegangan biasanya terjadi ketika seorang pria atau wanita tidak cukup sibuk melakukan pekerjaan yang mereka mampu tangani. Beri mereka rasa tanggung jawab untuk membantu mereka membangun nilai diri mereka serta mengharapkan mereka untuk bekerja baik dengan orang lain.

3.Anda harus belajar dan mencapai resolusi konflik keterampilan dan kemampuan negosiasi yang akan memungkinkan Anda untuk mengatasi berbagai jenis tantangan setiap hari di tempat kerja. Kalau saja setiap situasi adalah sama, tetapi tidak, dan Anda harus belajar menjadi fleksibel dan membantu berbagai tingkat ketegangan.

4.Mulai untuk mengembangkan diri dan mendapatkan alat yang diperlukan untuk mengatasi ketegangan dan tekanan berat. Penelitian buku pengembangan diri, mendengarkan rekaman positif.

E.Metode Pengajaran :
1.Presentasi.
2.Diskusi.
3.Penugasan.

F.Sumber Pengajaran :
1.Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2.Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3.Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4.Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5.Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6.Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

G.Evaluasi :
Setelah Anda mempelajari materi kuliah, maka Anda dapat mengerjakan tugas berikut, dengan cara mendownload dan kirimkan jawaban Anda ke email : eisya.management@yahoo.co.id.

Tugas Anda !

Konflik dan Stres Kerja/ Keterasingan Kerja

A.Pokok Bahasan : Konflik dan Stres Kerja

B.Sub Pokok Bahasan : Keterasingan Kerja

C.Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami gejala konflik dan stres dalam bekerja serta dapat mengendalikannya.

D.Materi Pengajaran :

Latar Belakang

Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan kebagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lagi mereka akan dapat bertahan atau diperkerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi boss baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya, dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpasitan. Situasi inilah yang sering kali memicu terjadinys stres kerja.

Banyak hasil penelitian menemukan adanya kaitan sebab-akibat antara stres dengan penyakit, seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. Oleh karena itu perlu kesadaran penuh setiap orang untuk mempertahankan tidak hanya kesehatan dan keseimbangan fisik saja, tetapi juga psikisnya.

Keterasingan Kerja

Keterasingan di tempat kerja, perasaan ketidakberdayaan, ketakbermaknaan, isolasi, dan keterasingan diri terus menjadi masalah penelitian yang penting dalam sosiologi dan teori organisasi karena memakan korban pada pekerja berat, kehidupan, dan produktivitas organisasi.

Tekanan psikologis adalah perasaan yang kita alami ketika kita menghadapi masalah psikologis, gembira adalah perasaan yang kita alami saat kami memecahkan masalah ini. Jadi senang tergantung pada kesulitan, karena pertama memecahkan masalah berarti mengalami masalah.

Bekerja untuk uang dan semacamnya - adalah contoh paling jelas : Anda tahan dengan kebosanan, kelelahan, kegelisahan, dan segala macam sampah di tempat kerja, sehingga Anda dapat merasakan sedikit kegembiraan pada waktu yang lain ( karena hampir secara eksklusif untuk gaji Anda! ). Juga kualifikasi sebagai instrumen produksi untuk banyak orang adalah sekolah : Anda pergi ke kelas dan membaca buku, bukan karena senang belajar, tapi untuk kelas maha kuasa, diikuti oleh diploma mulia, dan mudah-mudahan berakhir dengan finansial - pekerjaan bermanfaat.

E.Metode Pengajaran :
1.Presentasi.
2.Diskusi.
3.Penugasan.

F.Sumber Pengajaran :
1.Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2.Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3.Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4.Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5.Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6.Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

G.Evaluasi :
Setelah Anda mempelajari materi kuliah, maka Anda dapat mengerjakan tugas berikut, dengan cara mendownload dan kirimkan jawaban Anda ke email : eisya.management@yahoo.co.id.

Tugas Anda !

Konflik dan Stres Kerja/ Konflik Kerja

A.Pokok Bahasan : Konflik dan Stres Kerja

B.Sub Pokok Bahasan : Konflik Kerja

C.Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami gejala konflik dan stres dalam bekerja serta dapat mengendalikannya.

D.Materi Pengajaran :

Latar Belakang

Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan ke bagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lagi mereka akan dapat bertahan atau diperkerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi boss baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya, dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpasitan. Situasi inilah yang sering kali memicu terjadinys stres kerja.

Banyak hasil penelitian menemukan adanya kaitan sebab-akibat antara stres dengan penyakit, seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. Oleh karena itu perlu kesadaran penuh setiap orang untuk mempertahankan tidak hanya kesehatan dan keseimbangan fisik saja, tetapi juga psikisnya.

Konflik Kerja
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih ( bisa juga kelompok ) di mana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut di antaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. Sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.

Konflik biasanya timbul dalam organisasi sebagai hasil adanya masalah–masalah komunikasi, hubungan pribadi, atau struktur organisasi. Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan antara dua pihak atau lebih. Konflik organisasi ( organizational conflict ) adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota–anggota atau kelompok–kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya–sumber daya yang terbatas atau kegiatan–kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai, atau persepsi.

Konflik adalah suatu pertentangan yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain, organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya.

Penyebab–penyebab konflik antara lain :

1.Komunikasi : salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit dimengerti, atau informasi yang tidak lengkap, serta gaya individu manajer yang tidak konsisten.

2.Struktur : pertarungan kekuasaaan antar departemen dengan kepentingan–kepentingan atau sistem penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan sumber daya–sumber daya yang terbatas, atau saling ketergantungan dua atau lebih kelompok– kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.

3.Pribadi : ketidaksesuaian tujuan atau nilai–nilai sosial pribadi karyawan dengan perilaku yang diperankan pada jabatan mereka, dan perbedaan dalam nilai–nilai persepsi.

Dalam kehidupan organisasi, pendapat tentang konflik dapat dilihat dari 3 sudut pandang, yaitu :

1.Pandangan tradisional, berpendapat bahwa konflik merupakan sesuatu yang diinginkan dan berbahaya bagi kehidupan organisasi.

2.Pandangan perilaku, berpendapat konflik merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang biasa terjadi dalam kehidupan organisasi, yang biasa bermanfaat ( konflik fungsional ) dan bisa pula merugikan organisasi ( konflik disfungsional ).

3.Pandangan interaksi, berpendapat bahwa konflik merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat terhindarkan dan sangat diperlukan bagi pemimpin organisasi.

Berdasarkan ketiga pandangan tentang konflik tersebut, pihak pemimpin organisasi perlu menganalisis dengan nyata konflik yang terjadi di organisasi, apakah konflik itu fungsional atau disfungsional dan bagaimana manajemen konflik agar berpengaruh positif bagi kemajuan organisasi.

Menurut Stephen P. Robbins tentang perbedaan pandangan tradisional dan pandangan baru ( pandangan interaksionis ) tentang konflik dapat dilihat berikut ini :
Perbedaan Pandangan Lama dan Baru tentang Konflik

Pandangan Lama :
1.Konflik dapat dihindarkan
2.Konflik disebabkan oleh kesalahan–kesalahan manajemen dalam perancangan dan pengelolaan organisasi atau oleh pengacau.
3.Konflik menggangu organisasi dan menghalangi pelaksanaan optimal.
4.Tugas manajemen adalah menghilangkan konfllik.
5.Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan penghapusan konflik.

Pandangan Baru :
1.Konflik tidak dapat dihindarkan
2.Konflik timbul karena banyak sebab, termasuk struktur organisasi, perbedaan tujuan yang tidak dapat dihindarkan, perbedaan dalam persepsi dan nilai–nilai pribadi dan sebagainya.
3.Konflik dapat membantu atau menghambat pelaksanaan kegiatan organisasi dalam berbagai derajat.
4.Tugas manajemen adalah mengelola tingkat konflik dan penyelesaiannya.
5.Pelaksanaan kegiatan organisasi yang optimal membutuhkan tingkat konflik yang moderat.

Segi fungsional konflik antara lain :
1.Manajer menemukan cara penggunaan dana yang lebih baik.
2.Lebih mempersatukan para anggota organisasi.
3.Manajer mungkin menemukan cara perbaikan prestasi organisasi.
4.Mendatangkan kehidupan baru di dalam hal tujuan serta nilai organisasi.
5.Penggantian manajer yang lebih cakap, bersemangat dan bergagasan baru.

Bentuk–bentuk Konflik Struktural :

Dalam organisasi klasik ada empat daerah struktural di mana konflik sering timbul :

1.Konflik hierarki, yaitu konflik amtara berbagai tingkatan organisasi. Contohnya, konflik antara komisaris dengan direktur utama, pemimpin dengan karyawan, pengurus dengan anggota koperasi, pengurus dengan manajemen, dan pengurus dengan karyawan.

2.Konflik fungsional, yaitu konflik antar berbagai departemen fungsional organisasi. Contohnya, konflik yang terjadi antara bagian produksi dengan bagian pemasaran, bagian administrasi umum dengan bagian personalia.

3.Konflik lini staf yaitu konflik yang terjadi antara pimpinan unit dengan stafnya terutama staf yang berhubungan dengan wewenang / otoritas kerja. Contoh : karyawan staf secara tidak fornal mengambil wewenang berlebihan.

4.Konflik formal informal yaitu konflik antara organisasi formal dan informal. Contoh : Pemimpin yang menempatkan norma yang salah pada organisasi.

Jenis–jenis Konflik :

Ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi :

1.Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya. Bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.

2.Konflik antar individu dalam organisasi yang sama, hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan–perbedaan kepribadian.Konflik ini berasal dari adanya konflik antar peranan ( seperti antara manajer dan bawahan ).

3.Konflik antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma–norma kelompok.

4.Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan kepentingan antar kelompok.

5.Konflik antar organisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknologi, dan jasa, harga–harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.

Penyebab Terjadinya Konflik Kerja :

Penyebab terjadinya konflik dalam organisasi, antara lain :
1.Koordinasi kerja yang tidak dilakukan.
2.Ketergantungan dalam pelaksanaan tugas.
3.Tugas yang tidak jelas ( tidak ada deskripsi jabatan ).
4.Perbedaan dalam otorisasi pekerjaan.
5.Perbedaan dalam memahami tujuan organisasi.
6.Perbedaan persepsi.
7.Sistem kompetensi insentif ( reward ).
8.Strategi pemotivasian tidak tepat.

Cara Mengatasi Konflik Kerja

Manajemen konflik dapat dilakukan dengan cara antara lain :
1.Pemecahan masalah ( Problem Solving ).
2.Tujuan tingkat tinggi ( Lipsordinate Goal ).
3.Perluasan sumber ( Ekspansion of Resources )
4.Menghindari konflik ( avoidance ).
5.Melicinkan konflik ( Smoothing ).
6.Perintah dari wewenang ( Authoritative Commands ).
7.Mengubah variabel manusia ( Altering the Human Variabel ).
8.Mengubah variabel struktural ( Altering the Structural Variables ).
9.Mengidentifikasikan musuh bersama ( Identifying a Common Enemy ).

Faktor Penyebab Konflik

1.Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

2.Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

3.Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian, maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menganggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menebang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

4.Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.

Akibat konflik

Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
1.Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
2.Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
3.Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
4.Kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
5.Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut :
1.Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
2.Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
3.Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
4.Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.

Menghadapi Konflik di Tempat Kerja

Konflik di tempat kerja adalah hal yang wajar. Tidak perlu dihindari, tetapi perlu diselesaikan secara sehat. Peluang timbulnya konflik di tempat kerja makin besar dalam lingkungan yang makin beragam.

Apakah dalam usia, etnis, kemampuan atau hal-hal lainnya. Misalnya, teman kerja Anda yang mencuri ide segar Anda, sampai dengan hal-hal lainnya.

Lori Coruccini, Direktur Predix Link Inc, sebuah konsultan pengembangan organisasi menyebutkan, konflik di tempat kerja muncul pada dasarnya disebabkan jeleknya komunikasi, juga adanya kekurangjelasan tentang bagaimana mencapai tujuan bersama. Para pekerja biasanya kurang bisa memahami perbedaan sesama berdasarkan perbedaan individu dan pekerjaan masing-masing.

“Konflik banyak tergantung dari perilaku masing-masing pekerja, beberapa di antara mereka misalnya kurang bisa menghargai sebuah lingkungan yang berubah secara cepat karena mereka butuh perubahan yang lebih alamiah melalui proses informasi. Perilaku lain misalnya, ada pekerja yang lebih suka mendapatkan kebebasan dalam melakukan pekerjaannya, sementara ada yang lebih suka dengan instruksi yang jelas dan tegas. Setiap pekerja punya perilaku yang unik, dan jika bisa saling memahami, bisa mengurangi konflik,” sebutnya.

Beberapa konflik yang sering ditemui di tempat kerja, misalnya lebih suka menggunakan kata-kata bernada perintah dari pada minta tolong. Ini akan membuat para pekerja jadi defensif. Atau para pekerja yang punya gaya komunikasi berbeda, satu lebih suka memberikan informasi spesifik dan detail, sementara yang lain, hanya yang penting saja. Mereka akan menutup diri jika terlalu banyak atau terlalu sedikit informasi yang diberikan. Bisa juga adanya ketidakjelasan apa yang diharapkan dari sebuah pekerjaan antara bawahan dan atasan.

Jika konflik di tempat kerja tidak dikurangi, bisa memengaruhi bagian penting dari pekerjaan. Seperti bisa menyebabkan gangguan, menurunkan produktivitas, dan membuat pekerja kehilangan motivasi. “Ini terjadi jika konflik kemudian dibawa sebagai sebuah persoalan pribadi, bukan kerja. Ini akan membuat komunikasi jadi tertutup, mungkin intimidasi. Semuanya nanti akan jadi kurang bergairah untuk mencapai misi atau tujuan bersama,” kata Coruccini mengingatkan.

Namun, konflik itu bisa jadi hal sehat jika ditangani secara tepat tergantung situasi yang menyertainya. Ini bisa dimulai dengan memahami perbedaan tiap orang secara efektif. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan konflik dengan sehat, yakni takar pentingnya konflik itu. Jika memang sangat memengaruhi kerja Anda dan mengakibatkan persoalan kronis, maka selesaikan. Jika tidak berpengaruh penting, maka lepaskan saja. Yang perlu dicermati adalah pelajari tanda-tanda jika konflik telah muncul dan cari celah untuk menyelesaikannya.

Pergunakan bahasa yang netral. Jangan menggunakan bahasa yang terkesan memberikan penghakiman. Apalagi bahasa-bahasa yang sarkastik. Itu akan membuat konflik mudah bergeser ke wilayah personal. Anda harus punya pikiran yang jernih bahwa konflik itu harus berada di wilayah kerja, bukan personal. Akan lebih rumit, jika konflik itu telah dinilai menjadi persoalan personal. Selain itu, fokus berarti Anda harus benar-benar mendengarkan semua pendapatnya, dan Anda harus benar-benar mendengarkannya. Jika itu bisa dilakukan, jangan pernah takut untuk berkonflik. Selalu ingat, konflik itu salah satu bagian dari proses dalam pekerjaan dan diri Anda. Untuk bisa lebih maju, lebih baik, lebih matang, dan lebih dewasa.

E.Metode Pengajaran :
1.Presentasi.
2.Diskusi.
3.Penugasan.

F.Sumber Pengajaran :
1.Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2.Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3.Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4.Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5.Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6.Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

G.Evaluasi :
Setelah Anda mempelajari materi kuliah, maka Anda dapat mengerjakan tugas berikut, dengan cara mendownload dan kirimkan jawaban Anda ke email : eisya.management@yahoo.co.id.

Tugas Anda !

Konflik dan Stres Kerja/ Stres Kerja

A.Pokok Bahasan : Konflik dan Stres Kerja

B.Sub Pokok Bahasan : Stres Kerja

C.Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami gejala konflik dan stres dalam bekerja serta dapat mengendalikannya.

D.Materi Pengajaran :

Latar Belakang

Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan ke bagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lagi mereka akan dapat bertahan atau diperkerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi boss baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya, dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpasitan. Situasi inilah yang sering kali memicu terjadinys stres kerja.
Banyak hasil penelitian menemukan adanya kaitan sebab-akibat antara stres dengan penyakit, seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. Oleh karena itu perlu kesadaran penuh setiap orang untuk mempertahankan tidak hanya kesehatan dan keseimbangan fisik saja, tetapi juga psikisnya.

Stres Kerja

Masalah stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Dalam membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengerti pengertian stres secara umum.

Pengertian Stres

Menurut Charles D, Spielberger ( dalam Ilandoyo, 2001:63 ) menyebutkan bahwa stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya. Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan, atau gangguan yang tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

Cary Cooper dan Alison Straw (1995:8-15) mengemukakan gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini :

1.Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat, dan gelisah.

2.Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, salah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat kcputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.

3.Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak-ledak.

Sedangkan gejala stres di tempat kerja, yaitu meliputi:
1.Kepuasan kerja rendah.
2.Kinerja yang menurun.
3.Semangat dan energi menjadi hilang.
4.Komunikasi tidak lancar.
5.Pengambilan keputusan jelek.
6.Kreatifitas dan inovasi kurang
7.Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.

Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam hubungannya dengan kualitas kerja dan interaksi kerja dan interaksi normal individu sebelumnya.

Menurut Braham ( dalam Handoyo; 2001:68 ), gejala stres dapat bcrupa tanda-tanda berikut ini :

1.Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur lidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencemaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan !eher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi.

2.Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah menyerang, dan kelesuan mental.

3.Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.

4.Interpersonal, yailu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup diri secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.

Dari beberapa uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang di mana ia terpaksa memberikan tanggapan melebihi kernampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal ( lingkungan ). Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.

Pengertian Stres Kerja

Gibson et al ( dalam Yulianti, 2000:9 ) mengemukakan bahwa stres kerja dikonseptualisasi dari beberapa titik pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon, dan stres sebagai stimulus-respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang menitikberatkan pada lingkungan. Definisi stimulus memandang stres sebagai suatu kekuatan yang menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu.

Pendekatan stimulus-respon mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau respon, melainkan merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus lingkungan dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan.

Luthans ( dalam Yulianti, 2000:10 ) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah stres kerja dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien dalam pekerjaan. Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berfikir dan kondisi fisik individu. Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja mereka, seperti : mudah marah dan agresif, tidak dapat relaks, emosi yang tidak stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan dalam masalah tidur.

Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja

Terdapat dua faktor penyebab atau sumber munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal ( Dwiyanti, 2001:75 ). Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor, maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, perisliwa / pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapapun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi ditempatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres.

Secara umum dikelompokkan sebagai berikut ( Dwiyanti, 2001:77-79 ) :

1.Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan cenderung muncul pada para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang mengalami stres kerja adalah mereka yang tidak mendapat dukungan ( khususnya moril ) dari keluarga, seperti orang tua, mertua, anak, teman dan semacamnya. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya ( baik pimpinan maupun bawahan ) akan cenderung lebih mudah terkena stres. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dukungan sosial yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.

2.Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.

3.Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya, sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasus pelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar atau penganiayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita.. Stres akibat pelecehan seksual banyak terjadi pada negara yang tingkat kesadaran warga ( khususnya wanita ) terhadap persamaan jenis kelamin cukup tinggi, namun tidak ada undang-undang yang melindunginya ( Baron and Greenberg dalam Margiati, 1999:72 ).

4.Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, terlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain ( Muchinsky dalam Margiati, 1999:73 ).

5.Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya orang lain ( khususnya bawahan ), perfeksionis, terlalu mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai bawahan, membesarkan peristiwa / kejadian yang semestinya sepele dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan stres ( Minner dalam Margiati, 1999:73 ).

6.Tipe kepribadian. Seseorang dengan kepribadian tipe A cenderung mengalami stres dibanding kepribadian tipe B. Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dari satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas terhadap hidup ( apa yang diraihnya ), cenderung berkompetisi dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema ketika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko serangan / sakit jantung ( Minner dalam Margiati, 1999:73 ).

7.Peristiwa / pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah ( pelanggaran ) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat stres paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh perpindahan tempat tinggal. Di samping itu, ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk kategori ini ( Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:73 ).

Davis dan Newstrom ( dalam Margiati, 1999:73 ) stres kerja disebabkan :

1.Adanya tugas yang terlalu banyak. Banyaknya tugas tidak selalu menjadi penyebab stres, akan menjadi sumber stres bila banyaknya tugas tidak sebanding dengan kemampuan baik fisik maupun keahlian dan waktu yang tersedia bagi karyawan.

2.Supervisor yang kurang pandai. Seorang karyawan dalam menjalankan tugas sehari-harinya biasanya di hawah bimbingan sekaligus mempertanggungjawabkan kepada supervisor. Jika seorang supervisor pandai dan menguasai tugas bawahan, ia akan membimbing dan memberi pengarahan atau instruksi secara baik dan benar.

3.Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan. Karyawan biasanya mempunyai kemampuan normal menyelesaikan tugas kantor / perusahaan yang dibebankan kepadanya. Kemampuan berkaitan dengan keahlian, pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Dalam kondisi tertentu, pihak atasan seringkali memberikan tugas dengan waktu yang terbatas. Akibatnya, karyawan dikejar waktu untuk menyelesaikan tugas sesuai tepat waktu yang ditetapkan atasan.

4.Kurang mendapat tanggung jawab yang memadai. Faktor ini berkaitan dengan hak dan kewajiban karyawan. Atasan sering memberikan tugas kepada bawahannya tanpa diikuti kewenangan ( hak ) yang memadai. Sehingga, jika harus mengambil keputusan harus berkonsultasi, kadang menyerahkan sepenuhnya pada atasan.

5.Ambiguitas peran. Agar menghasilkan performa yang baik, karyawan perlu mengetahui tujuan dari pekerjaan, apa yang diharapkan untuk dikerjakan serta scope dan tanggungjawab dari pekerjaan mereka. Saat tidak ada kepastian tentang definisi kerja dan apa yang diharapkan dari pekerjaannya akan timbul ambiguitas peran.

6.Perbedaan nilai dengan perusahaan. Situasi ini biasanya terjadi pada para karyawan atau manajer yang mempunyai prinsip yang berkaitan dengan profesi yang digeluti maupun prinsip kemanusiaan yang dijunjung tinggi ( altruisme ).

7.Frustrasi. Dalam lingkungan kerja, perasaan frustrasi memang bisa disebabkan banyak faktor. Faktor yang diduga berkaitan dengan frustrasi kerja adalah terhambatnya promosi, ketidakjelasan tugas dan wewenang serta penilaian / evaluasi staf, ketidakpuasan gaji yang diterima.

8.Perubahan tipe pekerjaan, khususnya jika hal tersebut tidak umum. Situasi ini bisa timbul akibat mutasi yang tidak sesuai dengan keahlian dan jenjang karir yang dilalui atau mutasi pada perusahaan lain, meskipun dalam satu grup namun lokasinya dan status jabatan serta status perusahaannya berada di bawah perusahaan pertama.

9.Konflik peran. Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu :

a.Konflik peran intersender, di mana pegawai berhadapan dengan harapan organisasi terhadapnya yang tidak konsisten dan tidak sesuai.

b.Konflik peran intrasender, konflik peran ini kebanyakan terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki jabatan di dua struktur. Akibatnya, jika masing-masing struktur memprioritaskan pekerjaan yang tidak sama, akan berdampak pada karyawan atau manajer yang berada pada posisi di bawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah satu alternatif.

Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian besar dari waktu manusia bekerja. Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar, yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi. Hurrel ( dalam Munandar, 2001:381-401 ) :

1.Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan
Termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup : kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari resiko dan bahaya.

2.Peran Individu dalam Organisasi
Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masaiah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu meiiputi : konflik peran dan keterpaksaan peran ( role ambiguity ).

3.Pengembangan Karir
Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi :
a.Peluang untuk menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya.
b.Peluang mengembangkan keterampilan yang baru.
c.Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut karir.
Pengembangan karir merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang.

4.Hubungan dalam Pekerjaan
Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan keterpaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya ( Kahn dkk, dalam Munandar, 2001:395 ).

5.Struktur dan Iklim Organisasi
Faktor stres yang dikenali dalam kategori ini adalah terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlihat atau berperan serta pada support sosial. Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan dengan suasana hati dan perilaku negatif. Peningkatan peluang untuk berperan serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari kesehatan mental dan fisik.

6.Tuntutan dari Luar Organisasi/Pekerjaam
Kategori pembangkit stres potensial ini mencakup segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja dalam satu organisasi, dan dapat memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan, kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan, semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi.

7.Ciri-ciri Individu
Menurut pandangan interaktif dari stres, stres ditentukan pula oleh individunya sendiri, sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi sejauh mana ia melihat situasinya penuh stres. Reaksi-reaksi psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya, mencakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai pengalaman masa lalu, keadaan kehidupan dan kecakapan ( antara lain inteligensi, pendidikan, pelatihan, pembelajaran ). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap pembangkit stres potensial.

Dampak Stres Kerja Pada Karyawan

Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan rnemacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stres akan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres ( fight ) atau freeze ( berdiam diri ). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres.

Perubahan-perubahan ini di tempat kerja merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain ( Margiati, 1999:78-79 ) :
1.Bekerja melewati batas kemampuan.
2.Kelerlambatan masuk kerja yang sering.
3.Ketidakhadiran pekerjaan.
4.Kesulitan membuat keputusan.
5.Kesalahan yang sembrono, kelalaian menyelesaikan pekerjaan.
6.Lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri.
7.Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
8.Kerisauan tentang kesalahan yang dibuat,
9.Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi, radang kulit, radang pernafasan.

Strategi Manajemen Stres Kerja

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh. Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang muncul, terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul pada beberapa tingkat, berjajar dari ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya keterampilan ( khususnya keterampilan manajemen ) hingga sekedar tidak menyukai seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat

Beberapa pendapat mengatakan bahwa dari sudut pandang organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres lertentu akan memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk melakukan tugas lebih baik. Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan akan membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu hal tersebut bukan merupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen mungkin akan berpikir untuk memberikan tugas yang menyertakan stres ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres.

Ada dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi :

1.Pendekatan Individual
Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mengurangi level stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu, latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi stres yang dihadapi pekerja perlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai strategi terakhir untuk mengurangi stres adalah dengan mengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya.

2.Pendekatan Organisasional
Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang semuanya dikendalikan oleh manajemen, sehingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan, pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan.
Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi fisik dan mental.

E. Metode Pengajaran :
1.Presentasi.
2.Diskusi.
3. Penugasan.

F. Sumber Pengajaran :
1.Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2.Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3.Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4.Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5.Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6.Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

G. Evaluasi :
Setelah Anda mempelajari materi kuliah, maka Anda dapat mengerjakan tugas berikut, dengan cara mendownload dan kirimkan jawaban Anda ke email : eisya.management@yahoo.co.id.

Tugas Anda !