Minggu, 20 Juni 2010

Hakikat Kerja

A. Pokok Bahasan : Hakikat Kerja

B. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian Kerja
2. Etos Kerja
3. Mitos Kerja
4. Motivasi Kerja
5. Keselamatan Kerja

C. Tujuan Khusus :
Warga belajar memahami tentang pentingnya kerja sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan dan mempunyai motivasi bekerja yang baik.

D. Materi Pengajaran :

1. Penegrtian Kerja
Pekerjaan adalah usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri atau kebutuhan umum, jadi, orang bekerja itu bertujuan untuk mempertahankan eksistensi diri sendiri dan keluarganya.

2. Etos Kerja
Etos kerja adalah suatu pandangan dan sikap suatu bangsa atau satu umat terhadap kerja.

Etos kerja dapat dilihat dari lama waktu seseorang dalam bekerja. Sebagai contoh, lihat tabel berikut :

a. Instansi Pemerintah
Senin – Kamis, dari pukul 07.00 – 14.00 Jumat, mulai pukul 07.00 – 11.00 Sabtu, dari pukul 07.00 – 13.00.
Seluruhnya adalah 38 jam per minggu, dalam praktiknya, kantor – kantor pemerintah, jam kerja hanya berfungsi sekitar 33 jam dalam seminggu.

b. Instansi Swasta
Senin – Kamis, pukul 08.00 – 17.00 dengan istirahat malam 1 jam. Jumat, pukul 08.00 – 17.00 dengan istirahat dua jam.
Bila hari Sabtu diliburkan, jumlah jam kerja baru 33 jam per minggu. Sedangkan kalau hari Sabtu tidak libur dan bekerja mulai pukul 08.00 – 12.000, jam kerja per minggu menjadi 43 jam.

c. Jam Kerja di Jepang
Jam kerja mulai pukul 08.00 – 17.00 dengan istirahat satu jam untuk makan siang pada Senin – Jumat.
Hari Sabtu mulai pukul 18.00 – 12.00, seluruhnya ada 44 jam kerja per minggu.
Praktiknya, tidak ada kantor yang tutup pada pukul 17.00, pada umumnya baru berhenti bekerja sekitar pukul 18.00, sehingga jam kerja mencapai 50 jam perminggu. Hal serupa juga ditemui di Korea Selatan.

Bagi negara kita yang sedang membangun, tidak pada tempatnya kita mempunyai jam kerja yang begitu sedikit untuk kantor dan instansi pemerintah, termasuk BUMN. Lebih layaklah bila jam kerja resmi pemerintah menjadi pukul 08.00 hingga pukul 17.00 dengan kesempatan shalat Jumat dan makan dari pukul 11.30 hingga pukul 13.30, dan hari Sabtu dari pukul 08.00 hingga pukul 12.00.

Hal itu akan membuat seluruh jam kerja adalah 43 jam dalam seminggu. Memang itu masih di bawah jam kerja resmi negara Jepang dan Korea Selatan, namun sudah jauh lebih banyak dari jam kerja sipil saat ini.

Hal–hal tersebut di atas baru dilihat dari sudut jumlah jam kerja, belum lagi bila dilihat dari sudut mutu kerja dan kesungguhan menghasilkan pekerjaan yang baik.
Bukan rahasia lagi, bahwa sudah lama dalam masyarakat kita ada penyakit untuk bekerja “ Asal Jadi “, tanpa ada usaha menghasilkan pekerjaan yang dapat diandalkan mutunya.

3. Mitos Kerja
Dalam masyarakat kita, masih ditemukan pandangan negatif mengenai kerja.
a. Pengertian Kerja sebagai Sarana
Kerja hanya mempunyai makna sejauh menghasilkan sesuatu. Akibatnya, kerjanya sendiri tidak bernilai positif. Banyak orang terpaksa bekerja dan melihatnya sebagai beban hidup, godaan untuk bermalas–malasan muncul. Bahkan kalau perlu mencari waktu dan kurang sabar menunggu hari “ Weekend “.
Sikap ini mempunyai latar belakang, yakni pengabdian yang salah terhadap makna kerja.

Yang dirasakan bukanlah pernyataan diri selaku manusia, melainkan suatu tujuan dan yang ada di luar bidang kerjanya sendiri. Patahnya semangat kerja muncul karena kerja dianggap sebagai sarana saja untuk mencari nafkah, ingin cepat kaya, ambisi, gengsi, status sosial dan sebagainya.

b. Pandangan Kerja Sebagai Nasib
Kerja dirasakan sebagai kewajiban bawaan yang tidak dapat dipungkiri. Tidak ubahnya dalam kerajaan Romawi yang menggolongkan masyarakat dalam kelas budak dan kelas tuan.

Pandangan seperti ini memberi legitimasi kaum budak mempunyai kodrat untuk bekerja berat. Kerja masih saja dilihat sebagai nasib bawaan, yang tidak bisa diubah selama manusia hidup di dunia.

4. Motivasi Kerja
Dalam pengertian umum, motivasi diartikan sebagai kebutuhan yang mendorong perbuatan ke arah suatu tujuan tertentu atau sesuatu yang melatar belakangi individu untuk berbuat mencapai tujuan tertentu.

Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja. Oleh sebab itu, motivasi kerja dalam psikologi kerja biasa disebut pendorong semanagt kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja seseorang tenaga kerja ikut menentukan besar kecilnya prestasinya.

Dua Golongan Kebutuhan Manusia
a. Kebutuhan Primer ( Kebutahan Utama ), seperti lapar, haus, seks, tidur, suhu yang menyenangkan, kebutuhan tersebut sudah ada sejak lahir, sehingga disebut kebutuhan primer.
b. Kebutuhan Sekunder, yang timbul dari interaksi antara orang dengan lingkungannya seperti kebutuhan untuk bersaing, bergaul, bercinta, ekspresi diri, harga diri. Kebutuhan sekunder inilah yang paling banyak berperan dalam motivasi seseorang.

Ciri – Ciri motif individu, sebagai berikut :

a. Motif adalah Majemuk
Seorang karyawan yang melakukan kerja dengan giat, tidak hanya karena ia ingin naik pangkat, tetapi juga ingin diakui atau dipuji, mendapat upah yang tinggi.
Jadi ia melakukan tidak hanya untuk satu tujuan, tetapi untuk beberapa tujuan yang berlangsung secara bersama–sama.

b. Motif dapat Berubah –ubah
Motif yang sering mengalami perubahan, karena keinginan selalu berubah–ubah sesaui dengan kebutuhan dan kepentingannya. Misalnya, seorang karyawan pada suatu saat menginginkan gaji yang tinggi, pada saat yang lain dia menginginkan pimpinan yang baik atau kondisi kerja yang menyenangkan. Motif sangat dinamis dan geraknya mengikuti kepentingan–kepentingan individu.

c. Motif Berbeda–beda bagi Individu
Dua orang yang melakukan pekerjaan yang sama ternyata memiliki motif yang berbeda. Misalnya, dua orang karyawan yang berkerja pada satu perusahaan yang sama dan pada ruang yang sama pula, motivasinya dapat berbeda. Yang seorang menginginkan teman sekerja yang baik, sedangkan yang lain menginginkan kondisi kerja yang menyenangkan.

d. Beberapa Motif Tidak Disadari oleh Individu
Banyak tingkah laku yang tidak disadari oleh pelakunya, sehingga beberapa dorongan yang muncul karena berhadapan dengan situasi yang kurang menguntungkan, lalu ditekan di bawah sadarnya. Dengan demikian kalau ada dorongan dari dalam yang kuat membuat individu tersebut tidak bisa memahami motifnya sendiri.

Orang yang dibutuhkan oleh organisasi adalah orang yang bekerja dengan motivasi yang tinggi.

Ada perbedaan antara orang yang bermotif untuk bekerja dengan orang yang bekerja dengan motivasi yang tinggi. Orang yang bermotif untuk bekerja, ia bekerja hanya karena harus memenuhi kebutuhan–kebutuhannya yang vital bagi diri dan keluarganya seperti untuk mendapatkan jaminan kesehatan dan hari tua, status atau untuk memperoleh pengalaman yang menyenangkan baginya. Pekerjaan yang menyenangkan dan menarik, belum tentu akan memberikan kepuasan baginya dalam menjalankan tugas–tugasnya.

Sedangkan orang yang bekerja dengan motivasi yang tinggi adalah orang yang merasa senang dan mendapatkan kepuasan dalam pekerjaanya. Ia akan lebih berusaha untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan semangat yang tinggi, serta selalu berusaha mengembangkan tugas dan dirinya.

Manajer yang arif dalam mendayagunakan karyawan, menempatkan dan memandang manusia sebagai sumber daya yang sangat berharga. Karena pada mereka terletak kekuatan yang nyata, yang dinamis, sebagai sasaran dan harapan organisasi berhasil atau tidak.

Memotivasi Atasan

Pemikiran tentang bagaimana “ mengatur “ atasan sekilas kedengarannya sebagai suatu hal yang mustahil. Sebab kebanyakan orang termotivasi oleh kepentingan diri mereka. Ini tidak berarti bahwa orang akan selalu “ Self Centered “, namun lebih dari itu mereka akan lebih tertarik pada pemenuhan kebutuhan pribadinya.

Seorang atasan tentu saja akan lebih tertarik mencari pemenuhannya daripada membantu para bawahannya, memuaskan kebutuhan mereka. Oleh sebab itu, bawahan yang secara aktif berusaha membuat atasan mereka menaruh perhatian terhadap hubungan antara kebutuhan bawahan dengan kebutuhan atasan, akan lebih menemukan kepuasan dalam lingkungan kerjanya.

Motivasi, merupakan jalan dua arah, bawahan yang memiliki kebutuhan untuk meningkatkan diri dalam organisasi atau yang menginginkan pencapaian tingkat kebutuhannya yang lebih tinggi, tidak akan menjadi puas hanya dengan pasif, menunggu, dan menunggu belaka. Bawahan yang secara aktif memotivasi “ mengatur “ atasan mereka akan lebih dapat merasakan bahwa atasan memberi penghargaan dan memotivasi mereka secara lebih, seiring dengan perjalanan waktu. Efek berikutnya, adalah berantai, bawahan memotivasi atasan untuk memotivasi bawahannya.

Ada beberapa situasi yang dapat dijadikan titik tolak dan pokok pemikiran mengapa seorang bawahan perlu “ mengatur “ atasan mereka :

a. Jika atasan tidak atau kurang mampu
Hal ini dapat terjadi, baik karena keterbatasan secara teknis maupun manajerial. Hingga akhirnya dapat mengakibatkan terhambatnya atau bahkan terhalanginya bawahan dalam melakukan tugas dan kewenangannya dalam pekerjaannya.
Di hadapkan pada situasi demikian, bawahan mesti secara aktif mengambil langkah untuk mulai “ mengatur dirinya sendiri. “

b. Atasan tidak memiliki motivasi untuk mengembangkan bawahan
Ada atasan yang begitu “ mencintai “ bawahannya. Hingga mereka merasa begitu sayang jika melepaskan mereka untuk meniti jenjang dan jalur kinerja yang lebih tinggi. Atasan semacam ini begitu puas dengan pola kerja yang sudah ditunjukkan bawahannya selama ini, bahkan atasan tidak lagi dapat bekerja dengan baik tanpa si bawahan tadi. Dunia sang atasan akan menjadi kelabu dan manakala ia harus merelakan bawahan tersayangnya pergi dan diganti dengan yang lain.
Bawahan yang terlibat pada situasi demikian harus meyakinkan atasan, bahwa dengan memberikan bantuan dan penghargaan bagi pengembangan diri bawahan akan lebih dicapai kepuasan. Baik oleh bawahan maupun bagi atasan.

c. Ada sebagian manusia yang merasa tidak pasti dan kurang aman dengan kemampuan mereka
Mereka tidak dapat sepenuhnya mengendalikan aktifitas yang terjadi di lingkungan kerjanya. Mereka juga merasa tidak dapat memberikan bantuan, dorongan, bimbingan untuk para bawahan mereka. Hal ini sangat dipengaruhi oleh iklim dan kultur organisasi di mana atasan– bawahan bekerja. Organisasi yang menganut falsafah tertutup impersonal dan autoritatif akan lebih mendorong timbulnya para atasan yang “ mantap di dalam ketidakmantapannya. “ Bawahan pada situasi demikian dapat meyakinkan atasannya bahwa ia tetap memiliki kendali dan mampu melakukannya pada situasi kerja bagian yang dibawahinya. Caranya dengan memotivasi atasan melalui pemberian bantuan ( real dan oril ) yang diperlukan untuk itu.

d. Bawahan tidak jarang menjumpai atasan yang begitu gemarr melakukan segala sesuatunya sendiri.
Hal ini memang dapat terjadi karena “ pengalaman masa lalu “ sang atasan atau karena ia begitu perhatian dengan kebutuhan individu, atau juga karena atasan begitu ingin menjamin kepuasan manajemen puncak. Bawahan yang memiliki atasan demikian harus “ mengajarkan “ bahwa dengan memberikan tugas pada bawahan, dengan memberikan imbalan dan penghargaan untuk bawahan, prestasi atasan juga akan meningkat dan oleh kesananya akan menjadi lebih baik.

Situasi terbaik bagi bawahan untuk “ mengatur “ atasan adalah jika prestasi kerja atasan mereka diukur dari sejauh mana bawahan berprestasi.

Pada situasi ini, bawahan dapat memantau sejauh mana penghargaan yang diberikan organisasi kepada atasan mereka. Jika atasan beranggapan dan percaya bahwa penghargaan yang mereka terima akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana bawahan menunjukkan prestasinya, bawahan dapat dengan mudah dan efektif dalam usaha “ mengatur “ atasan mereka.

Sebagimana atasan memotivasi bawahan, bawahan pun perlu memotivasi atasan mereka. Hukum belajar akan berlaku dalam proses ini. Jika atasan menunjukkan perilaku yang diharapkan bawahan, kukuhkanlah perilaku itu. Perilaku yang diberi pengukuh akan cenderung diulang. Hal ini tidak saja terjadi pada bawahan, tetapi juga atasan.

5. Keselamatan Kerja
Bekerja adalah sesuatu yang manusiawi, sehingga seseorang yang tidak bekerja, menjadi tidak lengkap.

Bekerja tidak saja untuk mendapatkan penghasilan yang layak untuk menghidupi dirinya sendiri dan keluarganya, tetapi juga untuk memenuhi tuntutan kemanusiaannya, bahkan untuk memuliakan pribadinya sebagai manusia. Karena itu, seseorang penganggur selalu menderita, tidak saja karena ia tidak memperoleh penghasilan, tetapi juga karena dalam lubuk hatinya ia merasa seperti “ tidak dimanusiakan “, tidak dianggap berguna bagi masyarakat.

Tetapi itu tidak berarti, bahwa seorang manusia yang kodratnya memang memerlukan pekerjaan, lantas boleh diperlakukan sekehendaknya sendiri oleh pihak–pihak yang bisa menyediakan lapangan kerja.

Pihak pemberi kerja pun berkewajiban menghormati harkat martabat para pekerjanya sebagai manusia. Dan ini berarti, memberinya imbalan yang sesuai dengan kemampuan profesionalnya, dan memperlakukannya secara manusiawi.

Tentu saja pemberian imbalan kepada para karyawan itu, disesuaikan dengan daya kemampuan dari kegiatan usaha si pemberi kerja, yang juga harus mengupayakan kelestarian usahanya. Tetapi bagaimanapun, ia tidak boleh mengorbankan kesejahteraan para pekerjanya.

Termasuk pula tuntutan dari “ perlakuan manusiawi “ itu ialah, penciptaan lingkungan kerja dan pengadaan sarana–sarana yang dapat menjamin keselamatan serta kesehatan para pekerja. Tersedianya lingkungan kerja dan sarana kerja yang memadai itu mesti dibarengi pula dengan kesediaan para pekerja sendiri untuk mematuhi ketentuan–ketentuan yang berkaitan dengan penggunaan sarana kerja.

Bila ketentuan–ketentuan itu dilanggar dapat menyebabkan pekerja terganggu kesehatannya atau malah tertimpa kecelakaan, walaupun sarana kerja yang disediakan sudah memadai, kalau seorang pekerja las misalnya tidak mau menggunakan “ kacamata pelindung “ yang sudah disediakan, ia tidak saja dapat terluka matanya, tetapi malah dapat menjadi buta.

E. Metode Pengajaran :
1. Presentasi.
2. Diskusi.

F. Sumber Pengajaran :
1. Psikologi Kerja, oleh Pandji Anoraga, S.E. M.M. Penerbit Rineka Cipta.
2. Psikologi Pelayanan dalam Industri Jasa, oleh Ir. Endar Sugiarto, M.M. Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
3. Etika Bisnis, oleh Sonny Keraf, Penerbit Kanisius.
4. Business and Society, oleh Archie B. Carrol, South Western College Publiching.
5. Ethics and The Conduct of Business, John R. Boatright, Prentice Hall.
6. Etika Bisnis, oleh Sondang Siagian, Penerbit Pustaka Binaman Presindo.

G. Evaluasi :
Setelah Anda mempelajari materi kuliah, maka Anda dapat mengerjakan tugas berikut, dengan cara mendownload. Kumpulkan hard copy jawaban Anda dan kirimkan soft copy-nya ke email : eisya.management@yahoo.co.id.

Tugas Anda !
LEMBAR KERJA KEDUA

1. Mata Kuliah : Psychology & Profession Ethics
2. Pokok Bahasan : Hakikat Kerja
3. Program : Bisnis Administrasi / Sekretaris
4. Kelas : BA – 04 / SKR - 02
5. Tahun Ajaran : 2010 / 2011
6. Tugas : Perorangan
7. Nama :
Satuan Acara Pengajaran

A. Tujuan Khusus :
Warga belajar dapat memahami tentang pentingnya kerja sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan dan mempunyai motivasi bekerja yang baik.

B. Pokok Bahasan : Hakikat Kerja

C. Sub Pokok Bahasan :
1. Pengertian Kerja
2. Etos Kerja
3. Mitos Kerja
4. Motivasi Kerja
5. Keselamatan Kerja

D. Indikator Pencapaian Hasil Belajar
1. Warga belajar dapat menjelaskan pengertian kerja.
2. Warga belajar dapat menjelaskan, apa yang dimaksud dengan etos kerja.
3. Warga belajar dapat menjelaskan pengertian mitos kerja berdasarkan pandangan kerja sebagai sarana.
4. Warga belajar dapat menjelaskan pengertian mitos kerja berdasarkan pandangan kerja sebagai nasib.
5. Warga belajar dapat menyebutkan ciri-ciri motif individu dalam bekerja.
6. Warga belajar dapat menjelaskan maksud keselamatan kerja.

Lembar Kerja Mahasiswa

Setelah Anda pelajari Bab 2, Hakikat Kerja, Membangun Psikologi Kerja & Aplikasi Etika Kerja, halaman 19 – 49, jawablah pertanyaan berikut !

1. Jelaskan secara singkat pengertian kerja menurur pendapat Anda !
2. Menurut Anda, apa yang dimaksud dengan etos kerja ? Jelaskan !
3. Ada yang berpandangan bahwa kerja hanyalah sarana. Apa maksudnya ? Jelaskan menurut pendapat Anda !
4. Ada lagi yang berpendapat bahwa kerja itu sudah jadi nasib seseorang. Maksudnya apa ? Jelaskan !
5. Setiap orang punya motif tertentu dalam bekerja. Sebutkan ciri-ciri motif individu dalam bekerja !
6. Menurut pendapat Anda, apa yang dimaksud dengan keselamatan dalam bekerja ( keselamatan kerja ) ? Jelaskan !

Selamat bekerja, semoga Anda sukses !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar